Kamis, 19 Maret 2015

Novel Islami perdana : 9 Days Umratan

Penerbit : Tiga serangkai

Cetakan : 2015



Chapter 1

Paket umroh berhasil membukukan seratus dua puluh tujuh peserta dibulan ini. Dengan enam puluh persen peserta dibukukan rekan kerja yang lain dan empat puluh persennya dibukukan olehku. 

Dari seratus dua puluh tujuh peserta tersebut, biro travel Kami membaginya menjadi enam kloter. Per-kloter satu sampai lima diisi dua puluh lima peserta, sedang kloter terakhir sisanya sebanyak dua puluh tujuh orang. 

Sengaja pihak travel membaginya menjadi enam kloter, kloter pertama untuk yang minim budget, kloter dua tiga yang high budget dan menginginkan fasilitas hotel dan pelayanan bintang lima selama umroh, kloter keempat yang punya tambahan sedikit dana untuk mampir sehari di Abu Dhabi, kloter kelima dan enam yang berminat umroh plus Istambul dua hari. 
            
           Whats the reward ?, itu yang ku tunggu dalam meeting pencapaian di awal bulan ini. Tak sabar ingin tahu insentif apa dan berapa yang Kami terima ?. Bukan masalah nilainya, tapi reward bagiku sama dengan penghargaan atas kerja kerasku. Itu pemantik antusiasme dalam bekerja, yang ingin selalu Ku nyalakan agar hidupku tak sekedar rutinitas belaka.

            Rekor penjualan paket umroh terbanyak dipegang Laila, disusul Dian dan sisanya rekan kerja yang lain.“ Si bos menyalakan layar proyektor dan memperlihatkan jumlah paket yang terjual dari masing-masing sales.

            Sebagai kompensasi untuk yang melebihi target Kami memberi insentif berupa umroh regular selama sembilan hari dengan uang saku dua juta. Biaya passport dan suntik magningtis diluar dari tanggung jawab Kami sebagai penyelenggara.“

            HAH ! Aku hampir shock mendengarnya, ini diluar dugaan. Kupikir Aku akan mendapatkan rupiah untuk menambah pundi-pundi tabungan. Nyatanya sebuah perjalanan umroh yang tak pernah ku bayangkan sebelumnya.

            Okelah Aku punya target menunaikan rukun Islam pada usia empat puluh, disaat sudah menikah, tenaga masih kuat dan uang cukup terkumpul. Tapi itu nanti, bukan sekarang. Disaat Aku masih sendirian, belum berkeluarga dan merasa belum cukup ilmu untuk pergi kesana

            Untuk yang tidak mencapai target diberikan insentif  sebesar lima ratus ribu per peserta yang berhasil dibukukan“ Si bos menyambung.

            Ng, jatah umroh Saya bisa nggak diuangkan Bos ?” Aku yang baru tersadar dari keterkejutan tanpa malu –malu bertanya.

            Tidak bisa di uangkan, itu jatah you. Kalau tidak digunakan ya hangus“ Si bos mengingatkan

            “Bisa dialihkan ke orang lain ?” mendadak Aku teringat Bapak yang rindu ke Tanah Haram dan ingin sekali lagi berkunjung kesana

            Tidak bisa, sudah di daftarkan atas nama you.” Si bos menegaskan.

            “Berangkat tanggal berapa bos ?” Dian bertanya santai, hidupnya memang tanpa beban. Ia yang lulusan manajemen transportasi udara berlatar keluarga berada dan biasa plesiran tak terlalu ambil pusing dengan gaji dan insentif. Kerja baginya hanya sebuah status agar tak disebut menganggur.

            Tanggal sembilan April kalian berangkat, list barang bawaannya sudah Kami siapkan. Buat rekan lain yang mau mencairkan insentif tunai silakan langsung ke kasir“ Si bos menutup meeting pagi itu.

            Aku menarik nafas dalam-dalam, berpikir apa yang tengah Tuhan rencanakan untukku. Jujur, Aku merasa belum pantas kesana. Aku masih orang yang labil, belum cukup dewasa dan belum terlalu matang sebagai pribadi. Aku malu berjumpa dengan-Nya.

*** sudah tersedia di toko buku seluruh Indonesia 
untuk pemesanan online klik  http://gramediaonline.com/moreinfo.cfm?Product_ID=899710


Tidak ada komentar:

Posting Komentar