Tak mudah menjadi seorang Ibu di
zaman sekarang, dimana dikte industri merajai. Berita tentang koruptor yang
menunjukkan kemunduran moral terus berulang. Eksploitasi tayangan kriminalitas
yang tak mendidik terus menjadi tontonan. Kecanggihan teknologi yang
menciptakan candu untuk tiap orang terus menggerogoti. Dunia modern yang serba
praktis dan instant membuat seorang Ibu serasa dikejar waktu dan rutinitas yang
tiada henti.
Dunia
mungkin tak lagi nyaman untuk ditinggali, tapi bukan berarti Saya sebagai Ibu
harus menularkan ketidak nyamanan itu pada anak atau menunjukkan realitas yang
ada di usia Mereka yang masih dini.
I’m
a leader for my child !. Saya adalah pemimpin bagi anak-anak Saya, trainer yang
dibutuhkan untuk membentuk SDM masa depan. Generasi yang akan bertumbuh dengan
baik dan tak sekedar memiliki kepintaran IQ. Mereka juga harus memiliki
kecerdasan SQ dan EQ. Sehingga di masa depan tahu bagaimana menghargai diri dan
berempati pada orang lain.
Bermula
dari rumah, dari diri sendiri, dari peran Saya sebagai Ibu yang harus memiliki
kesabaran lebih. Membuat rutinitas dan kesibukan menjadi sesuatu yang indah
untuk dinikmati. Menyiapkan makanan anak dari dapur sendiri, mengantar jemput Mereka
dan memperhatikan hal-hal terkecil Mereka seolah ini adalah detik terakhir kebersamaan
Saya dengan Mereka.
Akan
sulit melakukan itu semua jika jejaring sosial dan situs belanja online menjadi
hal utama dibanding interaksi nyata dengan anak. Dimana keteladanan dibutuhkan
di usia tumbuh kembang anak, golden age orang biasa menyebutnya. Pada masa ini
empati, naluri, akhlak dan sikap saling menghargai dengan orang lain dibangun.
Norma hidup dipelajari dan dilatih sejak dini. Sekali kita lalai, menyerahkan
tanggung jawab pembelajaran akhlak dari media atau lingkungan maka hal buruk
bisa terjadi.
Management
waktu, kreativitas dan praktek nyata dibutuhkan lebih dari sekedar teori. Bahwa agama tak sekedar ritual. Sikap jujur, saling
tolong menolong dan kemauan untuk berbagi misalnya harus dicontohkan mulai
sejak dini karena itu merupakan pokok agama.
ketika
tayangan televisi yang tak mendidik serta gadget yang menawarkan game
online seolah meringankan beban orang
tua dalam pengasuhan. Sebaliknya Ia menciptkan racun yang memungkinkan menjadi
candu bagi si anak hingga dewasa kelak.
Membatasi
dan menyeleksi tayangan televisi maupun game online kemudian mengalihkan waktu
yang kosong dengan kegiatan bersama seperti bersepeda atau mendongeng akan
lebih memberi dampak positif bagi anak.
Arus
kehidupan mungkin mendikte dengan konsumerisme dan kebendaan, bahwa dengan uang
kita bisa memberi hiburan pada anak dengan makan dan bermain di mall. Tapi
hakikat hidup yang sesungguhnya ada dirumah, dimana cinta dan kasih sayang yang
kita tumbuhkan akan lebih berarti dalam membentuk anak di masa depan. Karena
tak banyak waktu yang kita punya dalam membentuk karakter mereka, hanya ketika
mereka masih anak-anak. Setelah menginjak remaja, anak akan punya dunia sendiri
dan menimbang sendiri apa yang baik dan buruk untuk dirinya. Jadi lakukan apa
yang bisa Ibu lakukan, tanpa melewatkan satu moment pun dalam tumbuh
kembangnya, sehingga di kemudian hari tak akan ada perasaan menyesal dalam diri
kita karena merasa tak cukup maksimal dalam menanamkan nilai hidup pada buah
hati.