Sabtu, 22 Juni 2019

PTN dalam negeri atau PTN Malaysia ?

Anak pertama saya tahun ini lulus SMK, Alhamdulillah karena dia juara tiga umum di sekolah dapat kesempatan untuk mengambil jalur undangan ke PTN dalam negeri.

Awalnya,  PTN dalam negeri di pulau jawa adalah impian kami sebagai orang tua dan juga anak kami. Status Akreditasi A (sementara di USU masih B) yang menjadi alasan utama, ditambah keluarga besar kami  di Jawa sehingga lebih gampang memonitornya dibanding kalau ke kota lain (selain jawa)

Namun tarif tiket yang seringkali tidak masuk akal ditambah survey rumah (dalam prosedur penerimaan mahasiswa PTN sekarang) untuk menentukan besaran uang kuliah menjadi ganjalan buat kami.

Jadi terbersitlah untuk masuk ke PTN Malaysia yang tarif tiketnya lebih murah dan system penerimaannya berdasarkan nilai selama sekolah (minimal 8)+ prestasi+ CV. Mendaftarlah anak saya ke Universiti Malaysia Terengganu.

April mendaftar dengan biaya pendaftaran 5 juta rupiah, 18 juni kemarin legal offering menyatakan anak saya di terima. Alhamdulillah

 Dengan uang kuliah 8 juta per semester dan uang asrama 2 juta per semester (kalau dihitung-hitung uang bulanan asrama hanya 3rts ribu rupiah) Adakah PTN di jawa yang uang asramanya semurah ini ?) dan tiket pesawat yang kalau normal hanya 1, 5 juta PP Medan – Kuala Terengganu (transit kuala lumpur )

Kadang kita berpikir kuliah diluar negeri lebih mahal. Namun yang saya rasakan sebaliknya mendaftar kuliah di luar negeri lebih murah dan tidak berbelit-belit prosedurnya. Ditambah kesempatan untuk anak tinggal di salah satu negara persemakmuran inggris dengan bahasa keseharian yang dominan inggris serta budaya yang tentunya berbeda.

Buat saya semua itu akan bagus untuk anak saya menambah wawasan. Mengenali bumi Allah yang luas ini seperti yang tertuang dalam Al Qur’an  Surat Al Mulk ayat 15 “ Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya”


Jumat, 21 Juni 2019

KPR di Bank Swasta Asing (menguntungkan)

Sebelumnya saya tak pernah berpikir untuk berhubungan dengan bank swasta asing. Dalam benak saya “buat apa menguntungkan bank asing daripada bank negeri sendiri ?”

                Itu pikiran sempit saya (kemarin). berpikir bahwa dengan menjalin kerjasama dengan bank asing, berarti saya siap dijajah dalam bentuk kekinian.

                Karena kesimpulan-kesimpulan cetek itu saya menjaga jarak dengan bank asing untuk waktu yang lama.

Menjaga jarak namun tak pernah bisa menghentikan pertanyaan di benak saat ke singapur atau Malaysia. “kenapa bank UOB, bank niaga dan maybank bisa berekpansi ke Indonesia dan memiliki banyak cabang di negeri kita ? kenapa bank kita tak bisa sebaliknya ?”

 Pertanyaan itu mampir dan baru sekarang menemukan jawaban. Ketika iklan bank local demikian gencar namun tak beriringan dengan pelayanan ; sulitnya mendapatkan informasi produk, mengkonsultasikan kendala keuangan dan mendengar saran dari mereka, mendapat akses pinjaman yang ternyata memerlukan kartu kredit dan ironi bunga bank local yang mencekik (kecuali BCA yang menurut saya suku bunganya masih bisa bersaing dengan bank asing)

Kadang merasa heran dengan bank local (utamanya bank pemerintah) yang mungkin karena percaya diri dengan ‘nama besar’ sehingga kurang peka dengan kebutuhan nasabah. Terutama nasabah yang dianggap tak memiliki dana lebih untuk berinvestasi atau tengah dalam masalah keuangan. (upaya bank seperti menghindar dan baru membujuk untuk tetap menjalin kerjasama ketika kita akan berpindah ke lain hati)

 nama besar berhasil membutakan saya (yang kemarin) untuk seratus persen percaya dengan pelayanan bank yang baru saya sadari sekarang (mengecewakan) ; pokok bunga KPR hampir sama dengan pokok hutang, dokumen KPR (berupa IMB) ternyata belum diurus sehingga saya harus mengurus sendiri (pada saat pelunasan), berharap bank pemerintah membantu mengedukasi nasabah atau memanagemen hutang adalah kemustahilan belaka.

Kekecewaan yang kemudian menggiring saya untuk berkenalan dengan bank asing yang memiliki staff professional (paham apa saja produk perbankannya), maksimal dalam mendengar keluhan prospek dan mencarikan solusi dari produk mereka.

Hasilnya rekstrukturisasi kendala keuangan saya dengan KPR TOP UP dengan nilai pinjaman lebih besar dari KPR di bank pemerintah namun bunga yang jauh lebih kecil dari sebelumnya (sepertiga dari bunga sebelumnya)

Pelajaran untuk semua yang ingin mengambil KPR

-          Hitung DP dan angsuran yang akan diambil di bank pemerintah dan lihat berapa selisih bunga yang harus dibayarkan dari harga rumah

-          Cari bank asing untuk pembanding, mana yang termurah KPR-nya (menurut saya bank asing yang berada di bukan territory-nya akan bekerja professional dan tak akan mempermainkan nasabah. Apalagi memproses KPR tanpa dokumen lengkap yang akhirnya merugikan nasabah jika akan menjual asetnya)


Pelajaran untuk bank local

-          Tugas bank local adalah mengedukasi nasabah yang nota bene warga negara Indonesia

-          Mengedukasi sekaligus membantu mencarikan solusi (jika mungkin) untuk kendala keuangan nasabah

-          Restrukturisasi hutang bukan hanya tanggung jawab nasabah ataupun lembaga managemen hutang

-          Tugas bank pemerintah adalah tak membiarkan nasabah mengambil teladan negara (yang masih meminjam dari negara lain) dan mengabaikan warga yang terjerat riba hingga mengalami defisit daripada surplus keuangan

-          Bank boleh mengambil laba pada nasabahnya, tapi nasabah yang mengambil KPR adalah nasabah yang belum mapan secara keuangan sehingga konyol kalau diperdaya dengan bunga yang luar biasa besar jumlahnya

-          Riba mungkin menguntungkan dan nasabah tak akan tahu seberapa parah mereka dijerat dengan bunga. Namun diatas semua itu, system seperti ini tak akan membuat siapapun beranjak kemana-mana. kecuali diam ditempat untuk berada di territory aman dan tanpa persaingan sehat (itu mungkin menjadi jawaban atas pertanyaan saya kenapa bank asing bisa berekspansi ke Indonesia dan memiliki banyak cabang)