Sebagai seorang Ibu kerap kali Kita
hanya terpaku pada peran, yaitu melakukan yang wajib sebagai pembimbing dari anak-anak yang Kita lahirkan.
Upaya membimbing untuk menanamkan karakter baik dimasa depan kadang sudah terpola
dalam kebiasaan-kebiasaan formil berupa kesantunan, etika makan dan berdoa pada
Tuhan.
Kita
kerap kali luput pada periode emas anak (golden age ) dimana #stimulasi kecerdasan anak penting
dilakukan karena pada masa itu otak tengah bertumbuh optimal dan anak akan
sangat mudah menyerap apa-apa yang Kita ajarkan baik itu yang wajib atau tidak
wajib.
Yang
tidak wajib itu seperti pengetahuan diluar rutinitas yang sudah ada semisal
mengajarkan anak balita Saya yang baru berusia 3 tahun mengenal angka, mengenal
huruf, mengenal nama-nama buah dan sayuran, mengenal warna dan lainnya.
Tak
mudah bagi anak usia 3 tahun menyerap itu semua jika cara pengajarannya formil
seperti diruang kelas taman kanak-kanak. Sebagai Ibu, Saya dituntut untuk
berkreasi menciptakan bentuk #permainan yang
menarik agar motorik anak mudah menyerap apa-apa yang saya coba ajarkan.
Bagi
Rara, anak perempuan Saya permainan yang paling menyenangkan baginya adalah
masak-masakkan. Sambil menemani Saya memasak biasanya Saya perkenalkan nama
sayuran atau buah, warna, dan jumlahnya. Semisal “W untuk
wortel, W bentuknya seperti garpu (mengangkat tiga jari ke atas membentuk
huruf w), wortel warnanya orens,
jumlahnya berapa ya ? ayo Kita hitung sama-sama.”
Sepertinya
biasa, tapi sebenarnya cara #Ibu menjelaskan permainan apa yang biasa Ia mainkan bersama
anaknya sangat membantu anak melatih
daya ingat dan #daya konsentrasi anak
dalam belajar. Ia akan mulai menghapal satu persatu benda, bentuk, dan warna
dari hal-hal kecil dan sederhana yang Kita ajarkan.
diikutkan dalam lomba :
Kontes Blog " Mom's and Baby's Diary"