Tulisan ini sudah sejak lama
ingin saya tulis. Mungkin sejak suami terkena serangan jantung, lalu menyusul
frozen shoulder. Silih berganti dengan anak sulung yang dua kali operasi gigi
dan harus menjalani rawat inap.
Saya yang tinggal sebagai
perantau di kota orang (dan tak punya sanak saudara) menyikapnya dengan biasa.
Bukan sebagai keluhan atau pertanyaan kenapa suami saya atau anak saya diberi sakit.
Ujian hanyalah bahasa manusia. berkah kebaikan dan kesulitan
juga penamaan manusia. Saya
tidak pernah menganggap ini ujian atau kesulitan. Senang susah, sehat sakit adalah jalan kita mendekat pada Allah,
menguji sabar dan memaknai semuanya dengan positif.
Allah memberi suami saya berkah
materi untuk mencukupi kebutuhan hidup kami, memberi saya dua anak yang mau
belajar tentang akhlak baik, memberi saya keluarga yang saling menguatkan. Yang
mampu menjadi dewasa ketika salah satu dari kami masuk rumah sakit.
Ayah masuk ICU, kiki yang
menjaga dirumah sakit. Saya yang mengurus rumah dan adiknya
Saya masuk rumah sakit, rara
menjaga saya dirumah sakit. Ayahnya kerja, kiki mengurus rumah.
Kiki sakit, ayahnya kerja. saya
dan rara menjaga siang hari dan malam ganti ayahnya.
Kami berusaha untuk bisa
menghandle semua sendiri dan tidak bergantung pada orang lain. Tidak
menyusahkan sekitar dan merepotkan orang lain. Cukuplah mereka mendoakan atau
menjenguk saja. Itu saja, dan semua bisa kami atasi.
Hanya saja…sesuatu yang tercetus
dari kenalan kami membuat saya ingin
menuliskan ini.
“Mama rara, coba ke orang pinter. Minta dibacain sama dikasih air
putih. Biar nggak sering masuk rumah sakit. mungkin sakitnya ada apa-apa”
Astagfirullah,
sejak Bapak saya dulu menganut Islam kejawen hingga ia berpindah menjadi jamaah
NU , saya tak pernah percaya dengan yang namanya sirik (meminta kepada selain
Allah)
Saya percaya, Allah itu di
kalbu. Tidak perlu jembatan ‘orang
pintar’ untuk berdoa dan meminta. Dan kufur lah saya jika sesekali diberi
sakit, lalu tamak ingin meminta sehat terus.
Saya manusia, diberi akal dan
kalbu bukan untuk jadi tersesat. atau menyesatkan diri. Kalau mendadak dalam
dekripsi manusia lain itu dianggap kesulitan yang beruntun. Bagi saya
sebaliknya, itu nikmat dalam bentuk lain.
Nikmat yang insya allah bisa
menghapus dosa dan khilaf saya selama hidup ‘Tiada
seorang mu’min yang ditimpa oleh lelah atau penyakit atau risau fikiran atau
sedih hati, sampaipun jika terkena duri, melainkan semua penderitaan itu akan
dijadikan penebus dosanya oleh Allah’ (HR. Bukhari – Muslim)
Keyakinan bukanlah formalitas, keyakinan harusnya tak memiliki
keraguan, keyakinan dengan keraguan hanya menghasilkan keimanan yang buta
pemahaman. Kenali Allah dengan hati dan rasakan cintanya dalam versi apapun, bukan
versi yang kamu inginkan atau harapan.
Karena ‘Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan
boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui’ (QS. Al Baqarah : 216)