Penerbit : Rumah Fiksi
Harga. : Rp 37.000
WA Pemesanan : 081220537606
Bab : Someone To Love
Hari semakin terik, permukaan laut mulai naik, beberapa turis menjauh dari tepi pantai karena tak ingin terseret gulungan ombak yang makin tinggi.
Lia yang belum lama tiba di Parang Kusumo menghampiri orang tuanya yang bersama orang tua Danar duduk duduk menikmati kelapa muda.
“ Mbak Lia, ayo nyoba main sandboard” belum sempat Ia duduk Bima sudah menarik tangannya dengan paksa. Bima yang mengenakan helm, pelindung tangan dan kaki menyerahkan sandboard ke tangannya.
Lia yang tak enak hati mengikuti langkah Bima melintasi padang pasir menuju gumuk tempat bermain sandboard.
“Permainan apa ini ?” setiba diujung bawah gumuk tempat para pengunjung menyaksikan Lia bertanya. Ia melihat Pras dan Danar yang bergantian mencoba sandboard bersama pengunjung lainnya.
Sita yang berdiri tak jauh dari Lia reflek menoleh begitu mendengar suara yang tak asing lagi. Begitu mengetahui Lia yang bicara Ia cepat memalingkan wajah ke depan enggan menyapa.
“Seperti bermain skateboard. Hanya saja kalau masih belajar sandboard jatuhnya tidak akan terlalu sakit seperti skateboard karena medan yang dilewati hanya gundukan pasir”
Lia ber ‘oh’ panjang begitu mendengar penjelasan Bima.
“Wajib coba” Bima tak menunggu persetujuan Lia. Ia langsung melepaskan helmnya dan meletakkan diatas kepala Lia. Ia juga memasangkan pelindung tangan dan kaki tanpa menghiraukan wajah Lia yang tergagap bingung.
“Tapi kalau tak bisa meluncur bagaimana ?”
“Aku yang akan mengajarimu” Pras yang baru saja turun menarik tangannya ke atas gumuk pasir yang cukup tinggi dan menghabiskan energi Lia yang sedari pagi sudah terkuras untuk mengganti kanvas rem.
“Benar-benar melelahkan” Lia mengelap peluh dikeningnya. Ia tak menyadari Danar yang berjalan tak jauh dibelakang mereka terus memperhatikan.
“Kalau lelah duduk dulu saja. Aku akan mengurus sandboardmu” Pras mengambil papan luncur di tangan Lia dan membantu mengolesi bagian bawah papan yang di pegang Lia dengan wax pelicin untuk memudahkannya meluncur.
Setelah selesai Pras menarik tangan Lia yang sedari tadi duduk memperhatikan untuk berdiri “Nanti letakkan kakimu diatas papan luncur. Kita akan meluncur turun setelah aku memberimu aba-aba.”
Pras mengajak Lia ke titik dimana terdapat gumuk yang menurutnya mudah untuk dilalui Lia yang masih pemula. Sudah ada Danar yang menunggu mereka disitu.
“Ini pasti seru, kita bisa meluncur bertiga” Pras melirik Lia yang sudah berdiri di atas papan luncurnya dan diapit oleh mereka berdua.
“Satu, dua, tiga...” mendengar aba-aba Pras, Lia mendorong sandboardnya turun ke bawah.
“AAAAAA” Lia menjerit pelan merasakan bagaimana sandboard yang diinjaknya meluncur turun di atas gumuk bergelombang dan memacu adrenalinennya.
Bima memberi applaus untuk kenekatan Lia mencoba, sedang Sita menatap geram ke arah Lia yang menurutnya sengaja mencari perhatian ketiga anak Pak Hendra.
*****
Berulang kali mencoba sandboard, Lia akhirnya keletihan. Ia menyerahkan sandboardnya pada Bima dan berlalu.
“Kak Lia mau kemana ?” Bima bertanya.
“Capek, panas. saya udahan yah” Lia menjawab sambil berlari ke mobilnya.
Sita yang sejak tadi melihat jengkel mereka berempat menoleh sekilas ke arah Lia.
“Benar sudah lama kita bermain” Danar meletakkan papan sandboardnya disamping Bima dan pergi ke toilet untuk membasuh tangan dan kakinya yang terkena pasir.
Pras menghampiri Sita yang menunggunya, sedang Bima mengembalikan papan sandboard ke bagasi mobil Danar.
“Menyebalkan. Kenapa sih kau harus ikut bergabung bersama mereka ?” Sita mengeluh kesal. Pras menoleh dan memandangi Sita dari ujung kaki hingga kepala.
“Yang menyebalkan itu kau. Selama disini kau menunjukkan tabiat aslimu. Kau yang aslinya mudah iri dan curiga pada gadis lain” Pras meninggalkannya.
Sita menghentakkan kaki kesal, Ia melihat punggung Pras yang berjalan ke arah Bima.
“Lihat saja. Akan ku balas gadis itu” Sita menoleh ke mobil Lia. Gadis itu sudah berjalan pergi ke arah toilet dengan menenteng baju salin
Sita yang menyimpan dendam pergi membuntuti Lia. Ia tak masuk ke dalam, hanya menunggu di pintu toilet yang bersebelahan dengan toilet laki-laki.
Sita tak menyadari kalau Danar berada di dalam toilet pria dan tengah membasuh tangannya.
Beberapa menit berlalu Lia muncul di pintu, Ia terkejut begitu mengetahui ada Sita di depan toilet. Lia mengangguk hormat dan mencoba tersenyum ke arahnya namun Sita mengabaikan dan malah menatapnya tajam.
“Kau pasti sangat menikmati liburan gratis ini “ Sita berkata tajam.
“Maksudnya ?” Lia tak mengerti dengan arah pembicaraan Sita. Ia melihat Sita bingung
Danar yang sudah selesai membasuh tangan dan tak sengaja mendengar perbincangan mereka urung membuka gagang pintu
“Kamar bintang lima untuk orang tuamu, makan gratis, dan tiket tempat wisata gratis untuk kalian. Kau tak berpikir untuk tak mengeluarkan uang sesenpun kan ?”
“Kau ingin aku membalas budi ?”
“Harusnya begitu. Minimal kau membayar makan siang hari ini”
Lia mengangguk terpaksa, Ia mencoba menutupi kesalnya mendengar permintaan Sita “Baik. kalau itu membuatmu puas akan ku lakukan ”
“Bagus. Aku ingin lihat kau membuktikan ucapanmu”
Sita berlalu sedang Lia masih berdiri tertegun di pintu toilet.
“Gue benar-benar dalam masalah” Lia mengacak-acak rambutnya yang cepak.
“Gimana kalau mereka makan direstaurant mahal terus uang gue nggak cukup buat bayar” Lia mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi temannya.
“Agus ini gue lia. Bisa pinjemin gue uang ?” setelah telphone diangkat dari seberang lia langsung nyerocos.
“Nggak ada ? kira-kira gue bisa pinjem ke siapa ya ? “ lia mendengarkan jawaban dari seberang
“Ok gue telphone bos dulu” lia mematikan sambungan dan ganti menelphone bosnya
“Pak, ini lia. Saya mau kasbon tiga juta” lia menyampaikan
“Iya, saya lagi liburan ke jogja kehabisan uang. Biasa tabungan cekak abis beli kijang doyok punya temen bapak kemarin.” lia menyampaikan
“Makasih pak. Abis ini saya sms nomer rekeningnya” lia mengakhiri pembicaraan dan segera mengirim sms. Setelah selesai ia berlalu dari toilet menghampiri orang tuanya yang duduk-duduk di warung.
Lia sama sekali tak menyadari Danar yang keluar dari pintu toilet pria dan memperhatikan punggungnya simpati.
*****
Mobil rombongan berbelok ke resto numani yang ada di jalan parang tritis. resto bernuansa hijau yang dari luar nampak sederhana namun dibagian dalam memiliki ruang aula, tempat lesehan dan ruang vip untuk bersantap.
"Kira-kira mahal gak ya makanan disini" lia yang berjalan paling belakang dari rombongan membatin. Ia sibuk mengira-ngira jumlah uang yang harus dikeluarkannya setelah mereka makan nanti.
"Kita duduk disini saja" Bu Hendra mengajak rombongan mengambil tempat di ruang aula.
Pelayan resto yang melihat rombongan Bu Hendra dalam jumlah besar, sigap menggabungkan dua meja menjadi satu.
" Silakan dilihat buku menunya" pelayan meletakkan buku menu ke atas meja.
Bu Hendra meraihnya dan membaca deret menu yang ada.
"Kami mau coba gurame madunya yang besar-besar 4 ekor, 4 porsi capcay, 4 porsi udang goreng dan dimsumnya" Bu Hendra menyebutkan pesanannya.
"Minumnya saya juice wortel, yang lain silakan sebutkan sendiri mau minum apa.”
Semua anggota keluarga Pak Hendra dan Sita memesan juice kecuali lia dan orang tuanya, mereka hanya memesan tea manis hangat.
*****
Tak sampai setengah jam menu yang dipesan tersaji di meja. semua lahap menyantap gurame , capcay dan seafood yang dihidangkan.
"Akhirnya energinya ke charge lagi sehabis main sandboard tadi" pras meneguk orange juice yang dipesannya.
" Lia bayar" Sita melihat ke Lia.
Bu Hendra terkejut mendengarnya dan menoleh ke Sita
" Lia tadi bilang sama Sita mau traktir kita-kita tante. iyakan li ?"
Lia memaksa tersenyum dan mengangguki. Ia mengeluarkan dompet dari saku dan mengeluarkan kartu debetnya.
Bersamaan Danar juga melakukan hal yang sama.
"Ini" tanpa sadar keduanya kompak menyorongkan kartu ke arah pelayan.
Pelayan menatap bingung keduanya, begitu juga Lia yang langsung melihat ke Danar.
"Biar saya yang traktir. anggap ini sebagai tanda terima kasih saya karena kamu sudah membantu memperbaiki kanvas rem saya" Danar mengisyaratkan pada pelayan untuk mengambil kartunya.
Lia mengangguk, Ia mengembalikan kartu debetnya dan menarik nafas lega " terima kasih mas."
Sebaliknya Sita menahan geram karena tak berhasil mengerjai Lia.
*****
Di dalam mobil Bu Hendra tak habis pikir dengan sikap Sita yang selalu ingin menyerang Lia.
“Kenapa dengannya ?, apa tabiatnya selalu seperti itu ?” Bu Hendra membatin. Ia yang melamun tak menyadari kalau mobil telah berhenti di parkiran hotel.
“Ayo ma turun “ Pak Hendra membuyarkan lamunan istrinya.
“Sudah sampai rupanya“ Bu Hendra tergagap. Ia melepas sabuk pengamannya dan mengikuti suaminya naik ke lantai kamar.
Tiba dikamarnya Bu Hendra meletakkan tas dan hendak beristirahat ketika dering ponsel suaminya mengingatkan Ia pada sesuatu.
“Hallo sore” Pak Hendra menerima telphonenya.
“Pinjam kunci mobil, ponsel mama masih menempel di charger mobil” setengah berbisik Bu Hendra menyela suaminya yang tengah menerima telphone.
Pak Hendra menangguki dan menyodorkan kunci ponsel pada istrinya. Perempuan itu membuka pintu kamar dan berjalan keluar. Saat menutup pintu kembali dari luar ia sempat melihat bayangan Sita mendorong punggung seseorang masuk kamar.
“Apa kalau dikamar Sita juga bersikap ketus pada lia ?” Bu Hendra yang tak menyadari kalau yang di dorong Sita adalah Pras membatin.
Ia melintas di depan pintu kamar Sita tanpa menaruh curiga sama sekali.
Di dalam kamarnya Sita mengunci pintu dan menyalakan lampu kamar. Pras yang sepertinya sudah ilfeel dengan Sita menghempaskan tubuhnya duduk di tepi tempat tidur.
“Kau kenapa mendadak menolak berada dikamarku ?” Sita menghampiri Pras dan berdiri di hadapannya. Ia menempelkan lututnya di depan lutut Pras.
“Aku sudah bosan bermain petak umpet dengan orang tuaku” Pras beralasan. Ia tak mengatakan hal sebenarnya kalau Ia sudah bosan dengan Sita dan mulai penasaran pada Lia.
“Kau bohong !. Aku tahu kau. Kau pasti sudah punya mainan baru makanya menjauhiku” Sita berteriak marah. Ia sudah bisa menebak apa yang akan dilakukan pras setelah mencampakannya.
“Hebat. Bertahun mengenalku dikampus kau cukup paham denganku. Jadi jangan terluka karenaku” Pras mengingatkan.
Sita yang kesal akan dicampakkan pras berusaha memukuli pria itu, namun pras dengan sigap menangkap tangannya.
“Kau bajingan, penjahat” Sita memakinya tanpa memikirkan lagi bahwa suaranya bisa saja terdengar keluar ruangan.
Dan benar, saat yang sama Bu Hendra telah kembali dari mengambil ponselnya. Ia keluar dari pintu lift dan melintas di depan kamar Sita.
“Keterlaluan kau !. Kau brengsek” suara Sita yang mengumpat keras terdengar samar-samar.
Bu Hendra reflek menghentikan langkahnya dan menempelkan telingannya ke depan pintu kamar Sita.
“Tunggu, bukan aku yang brengsek tapi kau. kau yang memulainya. Kau yang memaksaku tiap malam menemanimu tidur disini.”
“Kau....” Sita tak meneruskan kalimatnya ketika terdengar ketukan di pintu. Mereka berdua terdiam saling pandang, sibuk menerka siapa yang ada di depan kamar.
“Pasti gadis itu lagi. Lihat akan kubuat dia jera “ Sita berbalik hendak ke pintu.
“Hentikan. Kau tak pantas memarahinya” Pras bangkit dari duduknya hendak menghalangi. Namun Sita sekuat tenaga mendorong tubuh Pras agar menyingkir dari hadapannya.
“Kau akan menyesal kalau melukainya” Pras mengancam. Sita tak peduli, ia tetap membuka pintu kamar. Keduanya terkejut begitu mengetahui siapa yang ada di depan pintu, keduanya membeku dalam ketegangan.
*****
Bima yang baru keluar dari kamarnya tak sengaja melihat bayangan ibunya yang masuk ke dalam kamar Sita. Ia menghampiri sisi dinding kamar Sita untuk mengetahui apa yang terjadi.
“Apa yang kalian berdua lakukan dikamar ?” Bu Hendra menatap tajam ke arah keduanya.
“Tidak ada. Kami hanya mengobrol” Sita membela diri. Sementara pras yang menyadari kesalahannya hanya diam tertunduk.
“Kalau hanya mengobrol seharusnya di lobby, bukan dikamar yang terkunci” Bu Hendra masuk ke kamar dan menggeledah tiap ruang.
“Dimana Lia ?” keduanya saling pandang lalu menggeleng karena tidak tahu.
“Kalian benar-benar keterlaluan. Mama akan mencari lia dan menanyakan padanya sejak kapan kalian tidur sekamar.”
Bima yang mendengar cepat berlalu ke kamarnya agar tak ketahuan menguping.
Bu Hendra yang meninggalkan kamar Sita tak sempat mengetahui keberadaannya. Bu Hendra menghampiri kamar orang tua lia untuk menanyakan putrinya.
*****
Bima berdiri dibelakang pintu dan mengintip. membuat Danar yang baru selesai mandi merasa heran
“Ada apa ?” Danar mengerikan rambutnya dengan handuk yang melingkar dileher.
“Mama memergoki mas pras dikamar mba Sita” Bima melihat ibunya mengetuk kamar orang tua Lia.
“Lalu....”
“Mama lagi cari mba lia mau interogasi" bima yang melihat ibunya telah masuk ke kamar orang tua lia segera pergi
Danar tertegun, Ia berhenti mengeringkan rambutnya dan melempar handuk ke tempat tidur.
"Bima pasti pergi mencari lia untuk memberitahunya" Danar berjalan ke teras kamar. tangannya bersandar pada besi pembatas teras. tak sengaja pandangannya jatuh ke kolam renang. lia gadis yang tengah dicari ibu dan adiknya tengah beristirahat di kursi panjang tepi kolam.
******
"Maaf menganggu " Bu Hendra masuk kedalam kamar orang tua Lia dengan perasaan tak enak.
"Ada apa ya bu ?" Emak yang baru kelar shalat ashar dan tengah melipat mukenanya bertanya heran.
"Lia ada ?"
" Lia bukannya dikamar Sita ?" Babeh yang belum tahu kejadian sebenarnya bertanya balik
"Sepertinya sedang keluar. biar saya cari. permisi" Bu Hendra cepat berlalu sebelum babeh dan Emak sempat bertanya apa keperluan perempuan itu mencari anaknya.
Babeh dan Emak saling pandang begitu Bu Hendra menghilang dari pintu.
"Ada apa ya ?" Emak merasa janggal. ia iseng mengintip ke pintu diikuti suaminya.
Dilihatnya Pak Hendra yang berdiri dipintu kamar menghampiri istrinya.
"Dari kamar orang tua lia mah ?"
Bu Hendra mengangguki sambil menarik nafas panjang "Iya, mencari Lia. Mau menanyakan sama Lia sejak kapan pras menginap dikamar Sita "
Pak Hendra terkejut begitupun Emak babeh yang mendengarnya.
"Astagfirullah. apa itu benar ?" Pak Hendra tak percaya.
"Lihat dikamar Sita dan tanyakan langsung pada keduanya. aku mau cari lia" Bu Hendra berlalu ke lift sementara suaminya cepat ke kamar Sita untuk menanyakan kebenarannya.
Babeh dan Emak yang menguping masuk ke kamar dan menutup pintu rapat-rapat.
"Bener dugaan Emak. Tuh anak emang anak bandel "
"Maksud lu si Sita ?"
"Siapa lagi emangnya. ga mungkin si pras. dimana-mana kalau gak perempuannya yang bandel duluan mane mungkin anak lakinya berani. contoh anak kita, biarpun tiap hari kerjanya bareng laki-laki tetep orang segen ama dia"
Babeh manggut-manggut sependapat " moga si lia gak kaya si Sita. Bisa serangan jantung babeh kalau punya anak perempuan liarnya kaya gitu.”
*****
Danar telah berdiri di samping bangku panjang tempat lia tertidur. ia menyentuh ujung lengannya "Lia."
Lia sontak bangun mendengar teguran disebelahnya. Ia lekas beringsut duduk.
"Iya mas ada apa ?, apa mobilnya rusak lagi ?" Lia tergagap bertanya.
"Bukan. Tapi mama saya sedang mencari kamu. pras kedapatan dikamar Sita. mama ingin mengorek keterangan darimu" Danar menjelaskan.
Lia melongo terkejut "Tapi, tapi saya kan orang luar. saya tidak ingin terlibat" Lia segera berdiri hendak pergi. Namun Danar sigap menahan pergelangan tangannya
"Jangan pergi lewat lorong utama. mama saya bisa menemukanmu. sebaiknya lewat pintu darurat. Saya akan menunggumu diluar gerbang. saya akan membawamu menyingkir sampai masalah ini mereka selesaikan."
*****
Lia buru buru menyelinap ke balik pintu darurat ketika Bu Hendra melintas di koridor hotel dan berpapasan dengan Danar.
"Danar, apa kamu lihat lia ?."
"Tidak. bukannya dia dikamar Sita ?" Danar sengaja berbohong.
Bu Hendra menggeleng "Coba kamu cari. kalau ketemu suruh ke kamar mama."
"Iya ma " Danar mengangguki. Mamanya berbalik arah ke lift.
Melihat punggung mamanya yang menjauh Danar bergegas ke parkiran mengambil mobilnya.
*****
Di tepi tempat tidur Sita dan Pras duduk dengan kepala tertunduk. mereka tak berani melihat ke arah Pak Hendra dan istri yang berdiri beberapa meter dihadapan mereka.
"Katakan dengan jujur sejak kapan kalian tidur bersama dikamar ini ?" Pak Hendra mulai menginterogasi.
"Pras akan jujur. sejak malam pertama. tapi bukan pras yang menginginkan. Sita yang memaksa" Pras yang tak mampu lagi berbohong pada orang tuanya mengatakan kebenarannya.
"Pras !" Sita yang merasa disalahkan sontak marah.
"Memang kenyataannya begitu " Pras membela diri.
"Tapi tak terjadi apa apa dengan kami tante" Sita mencoba meluruskan.
"Tak terjadi apa apa bagaimana ?, kalian sudah tidur bersama. Itu yang Sita bilang tidak apa apa ?"
"Kalian harus dinikahkan secepatnya" Pak Hendra yang tak ingin mengambil resiko memutuskan.
"Menikahinya ?" Pras menoleh ke Sita dan tegas menggeleng.
"Tidak mungkin. Kami memang tidur bersama tapi pras hanya memeluk dan menciumnya tidak lebih" Pras menolak tegas.
"Kau menolakku ?. Brengsek !. Tidak tahu diri" Sita menampar Pras dihadapan orang tuanya.
Bu Hendra menutup mulut tak menyangka.
"Mama lihat kan kelakuannya ?. Mana mungkin pras mau nikah sama perempuan yang gampang main tangan kaya dia " Pras mengusap pipinya yang terasa sakit dan berdiri menjauh.
"Pras pergi ke kamarmu dan kemasi barang-barangmu. Kau juga Sita. Kita pulang besok" Bu Hendra menarik tangan suaminya pergi dari hadapan mereka.
"Mereka berdua konyol, tak bertanggung jawab dan membuatku hampir meledak " Bu Hendra mengungkapkan kegusarannya sepanjang kembali ke kamar.
*****
Danar dan Lia berjalan menyusuri tangga berundak di sisi timur taman wisata plawangan turgo. Taman wisata milik perhutani yang menyuguhkan rerimbunan pohon dan kicauan burung disekitarnya.
“Maaf adik saya membuat masalah”
“Tidak pa pa. Yang penting saya tidak dilibatkan”
“Iya benar”
“Terima kasih sudah membantu saya menyingkir dari masalah mereka.”
“Sama-sama.”
Mereka terdiam karena sama-sama tak punya bahan obrolan. Ini pertama kalinya mereka pergi hanya berdua.
“Lia”
“Iya mas”
“Setelah liburan ini apa kita masih bisa bertemu ?”
Lia menggeleng cepat “Lebih baik tidak usah.”
“Kenapa ?”
“Saya sibuk dibengkel. Nggak akan sempat bertemu orang” lia beralasan. Ia sudah enggan berurusan dengan pria kecuali untuk masalah pekerjaan.
“Tapi minggu libur kan ?”
“Saya ambil lembur.”
Danar tak bertanya lagi, Ia tahu gadis di hadapannya seperti ingin menghindar dan tak ingin orang mengenalnya lebih jauh. Ia seperti menutup diri. Danar mengira lia mungkin minder untuk bergaul karena pekerjaannya hanya montir.
Harga. : Rp 37.000
WA Pemesanan : 081220537606
Bab : Someone To Love
Hari semakin terik, permukaan laut mulai naik, beberapa turis menjauh dari tepi pantai karena tak ingin terseret gulungan ombak yang makin tinggi.
Lia yang belum lama tiba di Parang Kusumo menghampiri orang tuanya yang bersama orang tua Danar duduk duduk menikmati kelapa muda.
“ Mbak Lia, ayo nyoba main sandboard” belum sempat Ia duduk Bima sudah menarik tangannya dengan paksa. Bima yang mengenakan helm, pelindung tangan dan kaki menyerahkan sandboard ke tangannya.
Lia yang tak enak hati mengikuti langkah Bima melintasi padang pasir menuju gumuk tempat bermain sandboard.
“Permainan apa ini ?” setiba diujung bawah gumuk tempat para pengunjung menyaksikan Lia bertanya. Ia melihat Pras dan Danar yang bergantian mencoba sandboard bersama pengunjung lainnya.
Sita yang berdiri tak jauh dari Lia reflek menoleh begitu mendengar suara yang tak asing lagi. Begitu mengetahui Lia yang bicara Ia cepat memalingkan wajah ke depan enggan menyapa.
“Seperti bermain skateboard. Hanya saja kalau masih belajar sandboard jatuhnya tidak akan terlalu sakit seperti skateboard karena medan yang dilewati hanya gundukan pasir”
Lia ber ‘oh’ panjang begitu mendengar penjelasan Bima.
“Wajib coba” Bima tak menunggu persetujuan Lia. Ia langsung melepaskan helmnya dan meletakkan diatas kepala Lia. Ia juga memasangkan pelindung tangan dan kaki tanpa menghiraukan wajah Lia yang tergagap bingung.
“Tapi kalau tak bisa meluncur bagaimana ?”
“Aku yang akan mengajarimu” Pras yang baru saja turun menarik tangannya ke atas gumuk pasir yang cukup tinggi dan menghabiskan energi Lia yang sedari pagi sudah terkuras untuk mengganti kanvas rem.
“Benar-benar melelahkan” Lia mengelap peluh dikeningnya. Ia tak menyadari Danar yang berjalan tak jauh dibelakang mereka terus memperhatikan.
“Kalau lelah duduk dulu saja. Aku akan mengurus sandboardmu” Pras mengambil papan luncur di tangan Lia dan membantu mengolesi bagian bawah papan yang di pegang Lia dengan wax pelicin untuk memudahkannya meluncur.
Setelah selesai Pras menarik tangan Lia yang sedari tadi duduk memperhatikan untuk berdiri “Nanti letakkan kakimu diatas papan luncur. Kita akan meluncur turun setelah aku memberimu aba-aba.”
Pras mengajak Lia ke titik dimana terdapat gumuk yang menurutnya mudah untuk dilalui Lia yang masih pemula. Sudah ada Danar yang menunggu mereka disitu.
“Ini pasti seru, kita bisa meluncur bertiga” Pras melirik Lia yang sudah berdiri di atas papan luncurnya dan diapit oleh mereka berdua.
“Satu, dua, tiga...” mendengar aba-aba Pras, Lia mendorong sandboardnya turun ke bawah.
“AAAAAA” Lia menjerit pelan merasakan bagaimana sandboard yang diinjaknya meluncur turun di atas gumuk bergelombang dan memacu adrenalinennya.
Bima memberi applaus untuk kenekatan Lia mencoba, sedang Sita menatap geram ke arah Lia yang menurutnya sengaja mencari perhatian ketiga anak Pak Hendra.
*****
Berulang kali mencoba sandboard, Lia akhirnya keletihan. Ia menyerahkan sandboardnya pada Bima dan berlalu.
“Kak Lia mau kemana ?” Bima bertanya.
“Capek, panas. saya udahan yah” Lia menjawab sambil berlari ke mobilnya.
Sita yang sejak tadi melihat jengkel mereka berempat menoleh sekilas ke arah Lia.
“Benar sudah lama kita bermain” Danar meletakkan papan sandboardnya disamping Bima dan pergi ke toilet untuk membasuh tangan dan kakinya yang terkena pasir.
Pras menghampiri Sita yang menunggunya, sedang Bima mengembalikan papan sandboard ke bagasi mobil Danar.
“Menyebalkan. Kenapa sih kau harus ikut bergabung bersama mereka ?” Sita mengeluh kesal. Pras menoleh dan memandangi Sita dari ujung kaki hingga kepala.
“Yang menyebalkan itu kau. Selama disini kau menunjukkan tabiat aslimu. Kau yang aslinya mudah iri dan curiga pada gadis lain” Pras meninggalkannya.
Sita menghentakkan kaki kesal, Ia melihat punggung Pras yang berjalan ke arah Bima.
“Lihat saja. Akan ku balas gadis itu” Sita menoleh ke mobil Lia. Gadis itu sudah berjalan pergi ke arah toilet dengan menenteng baju salin
Sita yang menyimpan dendam pergi membuntuti Lia. Ia tak masuk ke dalam, hanya menunggu di pintu toilet yang bersebelahan dengan toilet laki-laki.
Sita tak menyadari kalau Danar berada di dalam toilet pria dan tengah membasuh tangannya.
Beberapa menit berlalu Lia muncul di pintu, Ia terkejut begitu mengetahui ada Sita di depan toilet. Lia mengangguk hormat dan mencoba tersenyum ke arahnya namun Sita mengabaikan dan malah menatapnya tajam.
“Kau pasti sangat menikmati liburan gratis ini “ Sita berkata tajam.
“Maksudnya ?” Lia tak mengerti dengan arah pembicaraan Sita. Ia melihat Sita bingung
Danar yang sudah selesai membasuh tangan dan tak sengaja mendengar perbincangan mereka urung membuka gagang pintu
“Kamar bintang lima untuk orang tuamu, makan gratis, dan tiket tempat wisata gratis untuk kalian. Kau tak berpikir untuk tak mengeluarkan uang sesenpun kan ?”
“Kau ingin aku membalas budi ?”
“Harusnya begitu. Minimal kau membayar makan siang hari ini”
Lia mengangguk terpaksa, Ia mencoba menutupi kesalnya mendengar permintaan Sita “Baik. kalau itu membuatmu puas akan ku lakukan ”
“Bagus. Aku ingin lihat kau membuktikan ucapanmu”
Sita berlalu sedang Lia masih berdiri tertegun di pintu toilet.
“Gue benar-benar dalam masalah” Lia mengacak-acak rambutnya yang cepak.
“Gimana kalau mereka makan direstaurant mahal terus uang gue nggak cukup buat bayar” Lia mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi temannya.
“Agus ini gue lia. Bisa pinjemin gue uang ?” setelah telphone diangkat dari seberang lia langsung nyerocos.
“Nggak ada ? kira-kira gue bisa pinjem ke siapa ya ? “ lia mendengarkan jawaban dari seberang
“Ok gue telphone bos dulu” lia mematikan sambungan dan ganti menelphone bosnya
“Pak, ini lia. Saya mau kasbon tiga juta” lia menyampaikan
“Iya, saya lagi liburan ke jogja kehabisan uang. Biasa tabungan cekak abis beli kijang doyok punya temen bapak kemarin.” lia menyampaikan
“Makasih pak. Abis ini saya sms nomer rekeningnya” lia mengakhiri pembicaraan dan segera mengirim sms. Setelah selesai ia berlalu dari toilet menghampiri orang tuanya yang duduk-duduk di warung.
Lia sama sekali tak menyadari Danar yang keluar dari pintu toilet pria dan memperhatikan punggungnya simpati.
*****
Mobil rombongan berbelok ke resto numani yang ada di jalan parang tritis. resto bernuansa hijau yang dari luar nampak sederhana namun dibagian dalam memiliki ruang aula, tempat lesehan dan ruang vip untuk bersantap.
"Kira-kira mahal gak ya makanan disini" lia yang berjalan paling belakang dari rombongan membatin. Ia sibuk mengira-ngira jumlah uang yang harus dikeluarkannya setelah mereka makan nanti.
"Kita duduk disini saja" Bu Hendra mengajak rombongan mengambil tempat di ruang aula.
Pelayan resto yang melihat rombongan Bu Hendra dalam jumlah besar, sigap menggabungkan dua meja menjadi satu.
" Silakan dilihat buku menunya" pelayan meletakkan buku menu ke atas meja.
Bu Hendra meraihnya dan membaca deret menu yang ada.
"Kami mau coba gurame madunya yang besar-besar 4 ekor, 4 porsi capcay, 4 porsi udang goreng dan dimsumnya" Bu Hendra menyebutkan pesanannya.
"Minumnya saya juice wortel, yang lain silakan sebutkan sendiri mau minum apa.”
Semua anggota keluarga Pak Hendra dan Sita memesan juice kecuali lia dan orang tuanya, mereka hanya memesan tea manis hangat.
*****
Tak sampai setengah jam menu yang dipesan tersaji di meja. semua lahap menyantap gurame , capcay dan seafood yang dihidangkan.
"Akhirnya energinya ke charge lagi sehabis main sandboard tadi" pras meneguk orange juice yang dipesannya.
" Lia bayar" Sita melihat ke Lia.
Bu Hendra terkejut mendengarnya dan menoleh ke Sita
" Lia tadi bilang sama Sita mau traktir kita-kita tante. iyakan li ?"
Lia memaksa tersenyum dan mengangguki. Ia mengeluarkan dompet dari saku dan mengeluarkan kartu debetnya.
Bersamaan Danar juga melakukan hal yang sama.
"Ini" tanpa sadar keduanya kompak menyorongkan kartu ke arah pelayan.
Pelayan menatap bingung keduanya, begitu juga Lia yang langsung melihat ke Danar.
"Biar saya yang traktir. anggap ini sebagai tanda terima kasih saya karena kamu sudah membantu memperbaiki kanvas rem saya" Danar mengisyaratkan pada pelayan untuk mengambil kartunya.
Lia mengangguk, Ia mengembalikan kartu debetnya dan menarik nafas lega " terima kasih mas."
Sebaliknya Sita menahan geram karena tak berhasil mengerjai Lia.
*****
Di dalam mobil Bu Hendra tak habis pikir dengan sikap Sita yang selalu ingin menyerang Lia.
“Kenapa dengannya ?, apa tabiatnya selalu seperti itu ?” Bu Hendra membatin. Ia yang melamun tak menyadari kalau mobil telah berhenti di parkiran hotel.
“Ayo ma turun “ Pak Hendra membuyarkan lamunan istrinya.
“Sudah sampai rupanya“ Bu Hendra tergagap. Ia melepas sabuk pengamannya dan mengikuti suaminya naik ke lantai kamar.
Tiba dikamarnya Bu Hendra meletakkan tas dan hendak beristirahat ketika dering ponsel suaminya mengingatkan Ia pada sesuatu.
“Hallo sore” Pak Hendra menerima telphonenya.
“Pinjam kunci mobil, ponsel mama masih menempel di charger mobil” setengah berbisik Bu Hendra menyela suaminya yang tengah menerima telphone.
Pak Hendra menangguki dan menyodorkan kunci ponsel pada istrinya. Perempuan itu membuka pintu kamar dan berjalan keluar. Saat menutup pintu kembali dari luar ia sempat melihat bayangan Sita mendorong punggung seseorang masuk kamar.
“Apa kalau dikamar Sita juga bersikap ketus pada lia ?” Bu Hendra yang tak menyadari kalau yang di dorong Sita adalah Pras membatin.
Ia melintas di depan pintu kamar Sita tanpa menaruh curiga sama sekali.
Di dalam kamarnya Sita mengunci pintu dan menyalakan lampu kamar. Pras yang sepertinya sudah ilfeel dengan Sita menghempaskan tubuhnya duduk di tepi tempat tidur.
“Kau kenapa mendadak menolak berada dikamarku ?” Sita menghampiri Pras dan berdiri di hadapannya. Ia menempelkan lututnya di depan lutut Pras.
“Aku sudah bosan bermain petak umpet dengan orang tuaku” Pras beralasan. Ia tak mengatakan hal sebenarnya kalau Ia sudah bosan dengan Sita dan mulai penasaran pada Lia.
“Kau bohong !. Aku tahu kau. Kau pasti sudah punya mainan baru makanya menjauhiku” Sita berteriak marah. Ia sudah bisa menebak apa yang akan dilakukan pras setelah mencampakannya.
“Hebat. Bertahun mengenalku dikampus kau cukup paham denganku. Jadi jangan terluka karenaku” Pras mengingatkan.
Sita yang kesal akan dicampakkan pras berusaha memukuli pria itu, namun pras dengan sigap menangkap tangannya.
“Kau bajingan, penjahat” Sita memakinya tanpa memikirkan lagi bahwa suaranya bisa saja terdengar keluar ruangan.
Dan benar, saat yang sama Bu Hendra telah kembali dari mengambil ponselnya. Ia keluar dari pintu lift dan melintas di depan kamar Sita.
“Keterlaluan kau !. Kau brengsek” suara Sita yang mengumpat keras terdengar samar-samar.
Bu Hendra reflek menghentikan langkahnya dan menempelkan telingannya ke depan pintu kamar Sita.
“Tunggu, bukan aku yang brengsek tapi kau. kau yang memulainya. Kau yang memaksaku tiap malam menemanimu tidur disini.”
“Kau....” Sita tak meneruskan kalimatnya ketika terdengar ketukan di pintu. Mereka berdua terdiam saling pandang, sibuk menerka siapa yang ada di depan kamar.
“Pasti gadis itu lagi. Lihat akan kubuat dia jera “ Sita berbalik hendak ke pintu.
“Hentikan. Kau tak pantas memarahinya” Pras bangkit dari duduknya hendak menghalangi. Namun Sita sekuat tenaga mendorong tubuh Pras agar menyingkir dari hadapannya.
“Kau akan menyesal kalau melukainya” Pras mengancam. Sita tak peduli, ia tetap membuka pintu kamar. Keduanya terkejut begitu mengetahui siapa yang ada di depan pintu, keduanya membeku dalam ketegangan.
*****
Bima yang baru keluar dari kamarnya tak sengaja melihat bayangan ibunya yang masuk ke dalam kamar Sita. Ia menghampiri sisi dinding kamar Sita untuk mengetahui apa yang terjadi.
“Apa yang kalian berdua lakukan dikamar ?” Bu Hendra menatap tajam ke arah keduanya.
“Tidak ada. Kami hanya mengobrol” Sita membela diri. Sementara pras yang menyadari kesalahannya hanya diam tertunduk.
“Kalau hanya mengobrol seharusnya di lobby, bukan dikamar yang terkunci” Bu Hendra masuk ke kamar dan menggeledah tiap ruang.
“Dimana Lia ?” keduanya saling pandang lalu menggeleng karena tidak tahu.
“Kalian benar-benar keterlaluan. Mama akan mencari lia dan menanyakan padanya sejak kapan kalian tidur sekamar.”
Bima yang mendengar cepat berlalu ke kamarnya agar tak ketahuan menguping.
Bu Hendra yang meninggalkan kamar Sita tak sempat mengetahui keberadaannya. Bu Hendra menghampiri kamar orang tua lia untuk menanyakan putrinya.
*****
Bima berdiri dibelakang pintu dan mengintip. membuat Danar yang baru selesai mandi merasa heran
“Ada apa ?” Danar mengerikan rambutnya dengan handuk yang melingkar dileher.
“Mama memergoki mas pras dikamar mba Sita” Bima melihat ibunya mengetuk kamar orang tua Lia.
“Lalu....”
“Mama lagi cari mba lia mau interogasi" bima yang melihat ibunya telah masuk ke kamar orang tua lia segera pergi
Danar tertegun, Ia berhenti mengeringkan rambutnya dan melempar handuk ke tempat tidur.
"Bima pasti pergi mencari lia untuk memberitahunya" Danar berjalan ke teras kamar. tangannya bersandar pada besi pembatas teras. tak sengaja pandangannya jatuh ke kolam renang. lia gadis yang tengah dicari ibu dan adiknya tengah beristirahat di kursi panjang tepi kolam.
******
"Maaf menganggu " Bu Hendra masuk kedalam kamar orang tua Lia dengan perasaan tak enak.
"Ada apa ya bu ?" Emak yang baru kelar shalat ashar dan tengah melipat mukenanya bertanya heran.
"Lia ada ?"
" Lia bukannya dikamar Sita ?" Babeh yang belum tahu kejadian sebenarnya bertanya balik
"Sepertinya sedang keluar. biar saya cari. permisi" Bu Hendra cepat berlalu sebelum babeh dan Emak sempat bertanya apa keperluan perempuan itu mencari anaknya.
Babeh dan Emak saling pandang begitu Bu Hendra menghilang dari pintu.
"Ada apa ya ?" Emak merasa janggal. ia iseng mengintip ke pintu diikuti suaminya.
Dilihatnya Pak Hendra yang berdiri dipintu kamar menghampiri istrinya.
"Dari kamar orang tua lia mah ?"
Bu Hendra mengangguki sambil menarik nafas panjang "Iya, mencari Lia. Mau menanyakan sama Lia sejak kapan pras menginap dikamar Sita "
Pak Hendra terkejut begitupun Emak babeh yang mendengarnya.
"Astagfirullah. apa itu benar ?" Pak Hendra tak percaya.
"Lihat dikamar Sita dan tanyakan langsung pada keduanya. aku mau cari lia" Bu Hendra berlalu ke lift sementara suaminya cepat ke kamar Sita untuk menanyakan kebenarannya.
Babeh dan Emak yang menguping masuk ke kamar dan menutup pintu rapat-rapat.
"Bener dugaan Emak. Tuh anak emang anak bandel "
"Maksud lu si Sita ?"
"Siapa lagi emangnya. ga mungkin si pras. dimana-mana kalau gak perempuannya yang bandel duluan mane mungkin anak lakinya berani. contoh anak kita, biarpun tiap hari kerjanya bareng laki-laki tetep orang segen ama dia"
Babeh manggut-manggut sependapat " moga si lia gak kaya si Sita. Bisa serangan jantung babeh kalau punya anak perempuan liarnya kaya gitu.”
*****
Danar telah berdiri di samping bangku panjang tempat lia tertidur. ia menyentuh ujung lengannya "Lia."
Lia sontak bangun mendengar teguran disebelahnya. Ia lekas beringsut duduk.
"Iya mas ada apa ?, apa mobilnya rusak lagi ?" Lia tergagap bertanya.
"Bukan. Tapi mama saya sedang mencari kamu. pras kedapatan dikamar Sita. mama ingin mengorek keterangan darimu" Danar menjelaskan.
Lia melongo terkejut "Tapi, tapi saya kan orang luar. saya tidak ingin terlibat" Lia segera berdiri hendak pergi. Namun Danar sigap menahan pergelangan tangannya
"Jangan pergi lewat lorong utama. mama saya bisa menemukanmu. sebaiknya lewat pintu darurat. Saya akan menunggumu diluar gerbang. saya akan membawamu menyingkir sampai masalah ini mereka selesaikan."
*****
Lia buru buru menyelinap ke balik pintu darurat ketika Bu Hendra melintas di koridor hotel dan berpapasan dengan Danar.
"Danar, apa kamu lihat lia ?."
"Tidak. bukannya dia dikamar Sita ?" Danar sengaja berbohong.
Bu Hendra menggeleng "Coba kamu cari. kalau ketemu suruh ke kamar mama."
"Iya ma " Danar mengangguki. Mamanya berbalik arah ke lift.
Melihat punggung mamanya yang menjauh Danar bergegas ke parkiran mengambil mobilnya.
*****
Di tepi tempat tidur Sita dan Pras duduk dengan kepala tertunduk. mereka tak berani melihat ke arah Pak Hendra dan istri yang berdiri beberapa meter dihadapan mereka.
"Katakan dengan jujur sejak kapan kalian tidur bersama dikamar ini ?" Pak Hendra mulai menginterogasi.
"Pras akan jujur. sejak malam pertama. tapi bukan pras yang menginginkan. Sita yang memaksa" Pras yang tak mampu lagi berbohong pada orang tuanya mengatakan kebenarannya.
"Pras !" Sita yang merasa disalahkan sontak marah.
"Memang kenyataannya begitu " Pras membela diri.
"Tapi tak terjadi apa apa dengan kami tante" Sita mencoba meluruskan.
"Tak terjadi apa apa bagaimana ?, kalian sudah tidur bersama. Itu yang Sita bilang tidak apa apa ?"
"Kalian harus dinikahkan secepatnya" Pak Hendra yang tak ingin mengambil resiko memutuskan.
"Menikahinya ?" Pras menoleh ke Sita dan tegas menggeleng.
"Tidak mungkin. Kami memang tidur bersama tapi pras hanya memeluk dan menciumnya tidak lebih" Pras menolak tegas.
"Kau menolakku ?. Brengsek !. Tidak tahu diri" Sita menampar Pras dihadapan orang tuanya.
Bu Hendra menutup mulut tak menyangka.
"Mama lihat kan kelakuannya ?. Mana mungkin pras mau nikah sama perempuan yang gampang main tangan kaya dia " Pras mengusap pipinya yang terasa sakit dan berdiri menjauh.
"Pras pergi ke kamarmu dan kemasi barang-barangmu. Kau juga Sita. Kita pulang besok" Bu Hendra menarik tangan suaminya pergi dari hadapan mereka.
"Mereka berdua konyol, tak bertanggung jawab dan membuatku hampir meledak " Bu Hendra mengungkapkan kegusarannya sepanjang kembali ke kamar.
*****
Danar dan Lia berjalan menyusuri tangga berundak di sisi timur taman wisata plawangan turgo. Taman wisata milik perhutani yang menyuguhkan rerimbunan pohon dan kicauan burung disekitarnya.
“Maaf adik saya membuat masalah”
“Tidak pa pa. Yang penting saya tidak dilibatkan”
“Iya benar”
“Terima kasih sudah membantu saya menyingkir dari masalah mereka.”
“Sama-sama.”
Mereka terdiam karena sama-sama tak punya bahan obrolan. Ini pertama kalinya mereka pergi hanya berdua.
“Lia”
“Iya mas”
“Setelah liburan ini apa kita masih bisa bertemu ?”
Lia menggeleng cepat “Lebih baik tidak usah.”
“Kenapa ?”
“Saya sibuk dibengkel. Nggak akan sempat bertemu orang” lia beralasan. Ia sudah enggan berurusan dengan pria kecuali untuk masalah pekerjaan.
“Tapi minggu libur kan ?”
“Saya ambil lembur.”
Danar tak bertanya lagi, Ia tahu gadis di hadapannya seperti ingin menghindar dan tak ingin orang mengenalnya lebih jauh. Ia seperti menutup diri. Danar mengira lia mungkin minder untuk bergaul karena pekerjaannya hanya montir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar