Rabu, 03 Desember 2014

Catatan 2014



Banyak hal yang terjadi di 2014, lima buku terbit, tiga naskah acc, saya menjelajah ke bentuk penulisan lainnya yang sudah lama saya tinggalkan. Ada bagian yang terlupa dari tekniknya, membuka ulang buku-buku lama lalu mempelajarinya kembali. Seperti bayi yang kembali lahir.

2014, saya melihat reinkarnasi  Gultom Agency yang dulu dianggap melahirkan penulis novel picisan dalam wujud Kinomedia. Kenyataannya saya besar dari roman-roman picisan tersebut ketika karya novel penulis Mira W atau Marga T sangat sedikit lahir dibanding novel Freddy S, Abdullah Harahap atau Maria Fransisca yang mudah ditemukan di kios kaki lima

Para penulis era 80-an dan 90-an membentuk saya yang trans gender dalam berkarya. Maksudnya menggarap roman kaki lima juga novel bermutu seperti Benci Tapi Cinta, LoveU atau Aku Selalu Ada Untukmu

Benci Tapi Cinta adalah hasil riset terhadap Multiply, salah satu platform bisnis daring yang kini di adopsi Elevenia dan Lazada.co.id

Aku Selalu Ada Untukmu adalah bentuk keprihatinan terhadap mudahnya peredaran rokok dan kampanye mari merokok lewat brand ambassador anak band. (anak band yang menjadi brand ambassador dan bukan produk tunggal kreatifitas bermusik itu masih menjadi sangkutan di benak saya yang belum menemukan ide cerita untuk dituangkan)

LoveU, digarap ketika majalah Playboy edisi Indonesia beredar. mengangkat isu pornografi dan bagaimana tiap orang tak sependapat tentang ide mengumbar syahwat atas nama seni

                Banyak ide yang ditangkap indera selama ini, tapi kadang sulit menerjemahkan dalam buku. Butuh menempel kisah untuk menjadikannya fiksi. Setelah jadi fiksi pun belum tentu editor mau menerima. Di 2014 saya mengalami di tolak dalam sehari oleh salah satu penerbit besar.

                Ditolak, di PHP dan hampir di manipulasi dalam klausul kontrak saya mengalami di 2014. tiga hal tersebut  benar-benar tak saya dapatkan ilmunya dari semua buku teknik menulis yang pernah saya baca. Bagaimana memanage mood jika di tolak, membuat surat penarikan naskah jika di PHP dan menegosiasikan ulang SPP dengan mengajukan surat keberatan akan pasal-pasal tertentu.

2014, saya melihat industry buku lebih baik dari fashion yang ternyata di Indonesia sebagian besar masih menerapkan konsyinasi pada produk pakaian siap pakai. Padahal industry fashion mudah dijiplak dan kadaluarsa mode dibanding buku.

Di industry buku penulis masih diberikan pilihan untuk jual putus dan royalty. Agensi naskah juga banyak bertumbuh di 2014, saya mengenal Re-media, Indscript dan Kinomedia. Kinomedia dan Euthenia malah melakukan gebrakan dengan memasarkan lewat Indomaret, bukan bookstore yang jarang ada di pedesaan.

Padahal pedesaan tak identik dengan kemiskinan, di Namorambe dekat rumah saya warga bercocok tanam dan menghasilkan kecukupan uang. Tapi mereka jauh dari toko buku, satu-satunya yang bisa mereka akses hanya Indomaret. Jadi peluang untuk menumbuhkan minat baca terbuka lebar dengan adanya penjualan buku seperti ini. (sayang alfamart belum merintis seperti ini)

Di 2014  pemain di industry e book  juga bertambah ada Buqu, Qbaca, Bitread dan Wayang Force. Pertambahannya belum sepenuhnya diikuti oleh pembaca buku fisik. Saya sendiri masih menikmati membaca buku fisik dibanding e book.

Bagi penulis ini ruang baru untuk berkarya, saya sendiri telah melahirkan novel Keris dalam platform digital bitread. Karena belum seramai buku fisik peminatnya saya belum ingin membuat novel e book lainnya.

2014 menuju 2015, Indonesia akan mengikuti pameran buku terbesar di Frankfurt Jerman.  Literary mulai dirintis, sebelumnya sudah ada Maxima creative agency yang menerjemahkan karya penulis asing ke bahasa Indonesia. Lalu lahir Borobudur agency yang akan bersiap menerjemahkan karya penulis Indonesia ke bahasa asing untuk dibawa ke Frankfur.

Literary di Indonesia belum benar-benar menjadi bagian industry penulisan, banyak penulis yang masih mengasong karyanya sendiri di pameran buku international untuk diterjemahkan ke bahasa asing. Atau penulis bergabung dengan penerbit tua yang telah memiliki jaringan penjualan hingga Brunei, Singapura dan Malaysia.

Banyak karya bagus di Indonesia, namun belum banyak pemain di industry literary. Padahal Indonesia punya banyak karya bermutu. Melihat ini mengingatkan saya pada Ghost Wedding hasil karya penulis Malaysia yang telah merambah amerika.

Ghost Wedding adalah produk naskah horror fantasi, di Indonesia banyak naskah horror berkonten local yang saya rasa layak jual. Contoh Patung Bayi olin dan Kuntilanak  yang pernah saya baca.

         Harapan saya di 2015, industry buku di 2015 bisa merambah penjualan ke resto siap saji seperti CD music, literary dan penerbit makin menjamur, banyak karya film atau sinetron yang diadaptasi dari novel sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan penulis.               






2 komentar:

  1. ruang ratna selalu memberi informasi yg beda bagi kebutuhan kepenulisan. saya beryukur terkoneksi dg Mba..selamat ya mba. saya masih buta dg hal2 yang telah mba capai. saya salah jk merasa cukup. ide postingan ini membuka pikiran saya juga meski saya tak bisa bergelut maksimal di dunia fiksi.

    BalasHapus
  2. Saya yakin suatu hari pasti bisa. Ada saat dimana manusia butuh ruang utk mengeksekusi imajinasi liarnya dalam bentuk cerita

    BalasHapus