Chapter 1
Kesigapanku menangani kasus kriminalitas yang terjadi, mulai dari mengidentifikasi korban, mengendus pelaku hingga mengolah bukti acara pemeriksaan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya membawaku pada tahapan dipromosikan.
“Selamat sudah menjadi komandan regu sekarang.“ beruntun ucapan dari rekan sekerja menghampiriku setelah pimpinan mengumumkan kenaikan jenjang karirku.
’’Jangan lupa makan-makannya.“ saat apel pagi itu ditutup dengan keriuhan yang berlangsung sekejap.
“Nggak ada itu makan-makan. Duit sudah dijatah bini di rumah.“ Aku menimpali. Itu kenyataannya, Aku memang mempercayakan semua pengelolaan keuangan pada Istriku. Dia yang paling tahu bagaimana mengatur gaji seorang polisi yang pas-pasan ini agar cukup untuk makan sebulan, bayar tagihan listrik dan air, juga sekolah kedua anakku yang masih SD.
“Tenang Bro. Bentar lagi abis pegang jabatan ini bakal banyak tangkapan basah yang bisa Lu jadiin tambang duit,“ salah seorang Komandan regu senior menepuk bahuku.
Aku hanya membalas dengan senyum ucapannya. Menganggap hanya candaan, walaupun desas desus seperti ini dilingkup kerjaku sering terdengar. Aku tak terlalu mau tahu kebenarannya karena bukan areaku. Mungkin nanti, kalau Aku berbenturan dengan kasus seperti ini.
Kembali ke ruangan, pindah meja menggantikan komandan lama yang dimutasikan. Secarik kertas seperti sengaja ditinggalkan untuk penggantinya, yaitu Aku.
'Selamat menjabat dan menggantikan posisi Saya.
Jaga kehormatan dan janji Polisi.
Jangan pernah mengkhianati amanah masyarakat.
Saya selalu percaya masih ada Polisi baik di negeri ini.'
Aku sempat tertegun membacanya, bingung menafsirkan kata-katanya. Tapi semenit kemudian tersenyum, mungkin rumor tentang good cop bad cop yang beredar di lingkup organisasi Kami cukup mempengaruhinya.
’’Pimpinan memanggilmu." Seorang rekan menepuk bahuku dari belakang.
Aku menoleh, Ia melirik kertas ditanganku.
“Kertas apa ditanganmu?“ matanya melirik selidik.
Aku melipatnya dan memasukkan ke saku seragam.
“Bukan apa-apa.” Aku berlalu dari hadapannya menuju ruang pimpinan yang mirip aquarium kecil dengan tirai vertikal blind yang memungkinkan Ia mengawasi kami para bawahanya dari dalam ruangan.
Tiba di muka ruang atasanku, Ku hentikan langkah di depan pintu. Mengetuk pintu beberapa kali menunggu di persilakan
“Masuk.“ suara atasanku terdengar dari dalam.
Ku buka pintu ruangannya, mengangguk hormat sambil berjalan ke arah mejanya.
“Pagi Pak.“ Aku meletakkan telapak tanganku sejajar dengan alis untuk memberi hormat seperti yang biasa dilakukan prajurit pada atasannya.
”Duduklah.“ setelah Ia membalas salam hormatku dengan sebuah anggukan Ia mempersilakan.
“Kepangkatanmu sudah Ku naikkan, namun golongan gajimu masih Ku tahan untuk sementara ini.“ Ia menjelaskan.
Aku menatap ingin tahu maksud dari penjelasannya yang tak Ku mengerti ini.
“Aku mau melihat apakah kerjamu sebagus saat Kau masih menjabat sebagai anggota regu reserse kriminal.“ Ia menambahkan.
Aku manggut-manggut, memaklumi apa yang barusan Ia sampaikan.
“Saya dan anggota regu yang akan Saya pimpin, akan berusaha sebaik mungkin menyelesaikan kasus per kasus secara cepat, dengan bukti acara pemeriksaan yang akurat, dan hasil investigasi yang mendukung.“
Atasanku menanggapi janjiku dengan senyum-senyum kecil, seolah tak yakin dengan ucapanku. Ia lalu meraih beberapa map disebelah kanan mejanya dan meletakkannya dihadapanku.
“Ada tiga kasus yang bisa Kau pilih untuk Kau tangani bersama tim-mu. Aku mau lihat apa hasil kerjamu sebaik yang Kau janjikan.”
Aku meraih map yang barusan di serahkannya, lalu beranjak bangun dan memberi hormat.
“Kepercayaan Bapak tidak akan saya sia-siakan.“
Ia menganggukkan kepala beberapa kali sebelum akhirnya membiarkanku berlalu keluar dari ruangannya.
Aku melangkah pelan kembali ke mejaku, dengan membawa tiga map berisi kasus-kasus yang harus Ku selesaikan. Sibuk memetakan pekerjaan baruku yang tak ada aturan bakunya bagaimana harus dijalankan.
Memanggil bawahan untuk mendiskusikan kasus yang tercecer di dalam map ini bersama, atau sebagai komandan Aku melihat isi map ini lebih dulu agar bisa mengintruksikan pada bawahan apa tindak lanjut untuk menyelesaikan kasus yang ada.
Aku memang orang lama di Department Kepolisian ini, karirku dimulai setamat SMU dengan melamar menjadi calon Bintara. Sebagai anak nelayan, karir sebagai polisi Ku anggap cukup menjanjikan bagi masa depanku kelak. Beda dengan melaut seperti yang dilakoni Bapakku, harus sabar menghadapi cuaca yang tak menentu, persaingan tangkapan dengan para pemilik kapal asing dan harga ikan yang kerap kali anjlok karena masuknya ikan import. Sungguh kehidupan Bapak ironi yang tak ingin Ku ulang. Dalam reinkarnasi selanjutnya pun tidak.
Dengan nilai rata-rata diatas delapan Aku diterima di Akademi Kepolisian, menjalani kuliah dengan penuh semangat walau praktik penindasan yang dilakukan senior ke junior kerap terjadi. Aku berusaha memaknainya dengan arif, bahwa takdir tak selalu mulus dan sempurna.
Aku lulus tiga tahun kemudian, lalu berkarir di Departement Kepolisian Ibukota selama sepuluh tahun ini. Memiliki prestasi kerja lumayan namun kurang dipromosikan karena berhenti menimba ilmu. Padahal untuk lancarnya promosi harus mengambil gelar sarjana yang butuh biaya untuk perkuliahannya, sedangkan dua tahun pertama setelah berkarir Aku langsung memutuskan menikah. Punya dua anak dan kesulitan membagi penghasilan untuk tetek bengek diluar kebutuhan rumah tangga.
“Pak, Kami menunggu perintah.“
Sebuah suara membuyarkan lamunanku, Aku menoleh. Tak sadar ternyata sudah sampai dimeja kerjaku, dan anggota regu yang merupakan lengseran dari komandan lama berdiri menunggu perintahku.
Aku melihat ke arahnya, walaupun mengenali empat anggota regu yang akan menjadi bawahanku Aku belum tahu karakter masing-masing lebih jauh. Semua masih bias dan menjadi teka teki bagiku.
“Sebentar, Saya masih harus memilah kasus yang akan Kita tangani. Nanti sehabis makan siang baru akan Saya beritahukan apa kasus yang harus Kita bereskan.“ Aku menunjuk map yang Ku bawa.
“Baik pak.“ Ia mengangguk hormat.
“Tolong sampaikan pada rekan lainnya.“
Ia mengangguk patuh dan segera berlalu dari hadapanku.
Aku menjatuhkan bokongku di kursi empuk meja kerjaku yang baru, meletakkan map yang sejak tadi Ku apit ke atas meja. Lalu mengambil satu yang ada ditumpukan paling atas untuk Ku pelajari. Secarik kertas terselip di dalam map. Aku membacanya.
'Tolong Kau atur perkara korupsi ini agar di peti es kan.
Kalaupun tidak bisa, tolong Kau bantu agar diperingan dakwaannya.
Akan ada kompensasi untukmu jika Kau meluluskannya.'
Ini tulisan atasanku, Aku mengenalinya. Namun cukup membuatku terperangah, tak menyangka akan ada permintaan yang diluar kewajaran. Aku tertegun, sedetik kemudian menoleh ke kanan kiri. Semua orang sibuk dengan pekerjaannya, memecahkan kasus dimeja kerja masing-masing dan menerima laporan masyarakat baik yang datang langsung maupun yang menghubungi lewat telphone. Tak ada yang sempat memperhatikanku, itu artinya Aku bisa menata pikiran sejenak untuk mencerna semua ini.
Ku baca lembar hasil investigasi yang dibuat penyidik lembaga anti korupsi, kasus penggelapan dana bantuan sosial untuk korban bencana alam yang dilakukan pejabat terkait dengan angka yang cukup fantastis mencapai milyaran. Barang bukti berupa rekaman percakapan telphone antara kordinator lapangan dan pejabat ditingkat daerah, hasil jepretan foto dari kamera tersembunyi saat Mereka berdua bertemu, dan terakhir copy rekening koran yang diminta dari bank.
Sungguh menggelikan, orang-orang yang memikul jabatan dengan diambil sumpahnya terlebih dahulu untuk tidak bertindak diluar tugas dan tanggung jawabnya berani melakukan penggelapan seperti ini. Dimana moral dan agamanya yang selama ini dipamerkan dalam bentuk sedekah yang diumbar lewat media. Apakah agama sekedar tempelan bagi Mereka agar di anggap bermoral? Jika agama sekedar rutinitas ibadah dan kewajiban tanpa tahu mana yang hak dan bukan masihkan bisa para pemangku jabatan tersebut di anggap sebagai manusia yang waras. Aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Mereka, begitupun dengan jalan pikiran atasanku yang berniat membantunya.
Kembali pada perkara yang harus Ku tangani ini, semua barang bukti terlalu akurat, sulit untuk dipeti es kan. Kalau pun ingin memperingan dakwaannya Aku harus menghilangkan barang bukti terlebih dahulu. Tapi apa mungkin Aku orang yang siap melakukan tugas ini?.
Aku menutup map pertama yang telah selesai Ku pelajari, lalu meletakkanya di meja sebelah kiri. Di seberang map yang belum Ku baca. Lalu Ku lirik map kedua yang masih tergeletak di atas meja, terbersit sedikit tanya dalam benakku. Akankah isi perkaranya sama, atau seperti kotak pandora yang ketika dibuka menyimpan sebuah kejutan yang tak terduga?
Baca sambungannya di https://www.storial.co/book/indo-xxx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar