Sebelumnya
saya tak pernah berpikir untuk berhubungan dengan bank swasta asing. Dalam
benak saya “buat apa menguntungkan bank
asing daripada bank negeri sendiri ?”
Itu pikiran
sempit saya (kemarin). berpikir bahwa dengan menjalin kerjasama dengan bank
asing, berarti saya siap dijajah dalam bentuk kekinian.
Karena kesimpulan-kesimpulan
cetek itu saya menjaga jarak dengan bank asing untuk waktu yang lama.
Menjaga jarak namun tak pernah bisa
menghentikan pertanyaan di benak saat ke singapur atau Malaysia. “kenapa bank UOB, bank niaga dan maybank
bisa berekpansi ke Indonesia dan memiliki banyak cabang di negeri kita ? kenapa
bank kita tak bisa sebaliknya ?”
Pertanyaan
itu mampir dan baru sekarang menemukan jawaban. Ketika iklan bank local
demikian gencar namun tak beriringan dengan pelayanan ; sulitnya mendapatkan
informasi produk, mengkonsultasikan kendala keuangan dan mendengar saran dari
mereka, mendapat akses pinjaman yang ternyata memerlukan kartu kredit dan ironi
bunga bank local yang mencekik (kecuali BCA yang menurut saya suku bunganya masih
bisa bersaing dengan bank asing)
Kadang merasa heran dengan bank local
(utamanya bank pemerintah) yang mungkin karena percaya diri dengan ‘nama besar’
sehingga kurang peka dengan kebutuhan nasabah. Terutama nasabah yang dianggap
tak memiliki dana lebih untuk berinvestasi atau tengah dalam masalah keuangan.
(upaya bank seperti menghindar dan baru membujuk untuk tetap menjalin kerjasama
ketika kita akan berpindah ke lain hati)
nama
besar berhasil membutakan saya (yang kemarin) untuk seratus persen percaya
dengan pelayanan bank yang baru saya sadari sekarang (mengecewakan) ; pokok
bunga KPR hampir sama dengan pokok hutang, dokumen KPR (berupa IMB) ternyata
belum diurus sehingga saya harus mengurus sendiri (pada saat pelunasan),
berharap bank pemerintah membantu mengedukasi nasabah atau memanagemen hutang
adalah kemustahilan belaka.
Kekecewaan yang kemudian menggiring saya
untuk berkenalan dengan bank asing yang memiliki staff professional (paham apa
saja produk perbankannya), maksimal dalam mendengar keluhan prospek dan
mencarikan solusi dari produk mereka.
Hasilnya rekstrukturisasi kendala keuangan
saya dengan KPR TOP UP dengan nilai pinjaman lebih besar dari KPR di bank
pemerintah namun bunga yang jauh lebih kecil dari sebelumnya (sepertiga dari
bunga sebelumnya)
Pelajaran untuk semua yang ingin mengambil
KPR
-
Hitung DP
dan angsuran yang akan diambil di bank pemerintah dan lihat berapa selisih
bunga yang harus dibayarkan dari harga rumah
-
Cari bank
asing untuk pembanding, mana yang termurah KPR-nya (menurut saya bank asing
yang berada di bukan territory-nya akan bekerja professional dan tak akan
mempermainkan nasabah. Apalagi memproses KPR tanpa dokumen lengkap yang
akhirnya merugikan nasabah jika akan menjual asetnya)
Pelajaran untuk bank local
-
Tugas bank
local adalah mengedukasi nasabah yang nota bene warga negara Indonesia
-
Mengedukasi
sekaligus membantu mencarikan solusi (jika mungkin) untuk kendala keuangan
nasabah
-
Restrukturisasi
hutang bukan hanya tanggung jawab nasabah ataupun lembaga managemen hutang
-
Tugas bank
pemerintah adalah tak membiarkan nasabah mengambil teladan negara (yang masih
meminjam dari negara lain) dan mengabaikan warga yang terjerat riba hingga
mengalami defisit daripada surplus keuangan
-
Bank boleh
mengambil laba pada nasabahnya, tapi nasabah yang mengambil KPR adalah nasabah yang
belum mapan secara keuangan sehingga konyol kalau diperdaya dengan bunga yang
luar biasa besar jumlahnya
-
Riba mungkin
menguntungkan dan nasabah tak akan tahu seberapa parah mereka dijerat dengan
bunga. Namun diatas semua itu, system seperti ini tak akan membuat siapapun
beranjak kemana-mana. kecuali diam ditempat untuk berada di territory aman dan
tanpa persaingan sehat (itu mungkin menjadi jawaban atas pertanyaan saya kenapa
bank asing bisa berekspansi ke Indonesia dan memiliki banyak cabang)