Jumat, 16 Februari 2018

Tips Memilih KPR

Sebenarnya nggak pernah kepikir mau sharing beginian di blog. Cuma kayanya pengalaman pribadi beli jual rumah terus beli lagi bisa jadi masukan buat emak-emak blogger yang pengen beli rumah secara KPR ataupun cash.
Tahun 2000 waktu awal nikah kami berdua tuh sama-sama kerja, kepikir beli rumah. tapi karena budget waktu itu terbatas, akhirnya milih over kredit dari temen yang Cuma 14juta rupiah.
Waktu itu masih ada sisa angsuran 10 tahun di bank BTN yang punya system pembayaran extra payment (ngebom kapan aja) sehingga bisa lunas lebih cepet (6 tahun)
Sayangnya, rumah over kredit biasanya nggak ditempatin pemilik pertamanya. Jadi pas kami masuk, perlu perbaikan sana sini yang ujung-ujungnya butuh dana lebih besar dari beli rumah baru ( Lima tahun kami tempati, plafon, lantai, dan kusen diganti total)
tahun ke 7 kami menempati rumah pertama, suami dipindahkan ke medan. kunci rumah kami titip tetangga jika sewaktu-waktu ada saudara ingin numpang menginap (jadi pelajaran nih, don’t trus your neighbor).
Tiga tahun kosong, tetangga cerita dapur kami rubuh dan lebih baik dijual. Kami pikir, ya sudahlah daripada renovasi sementara kami juga masih mengontrak di medan.
Kami yang tidak tahu harga pasaran rumah dan tidak sadar kalau tetangga ini sejenis makelar menjual rumah dengan harga murah. Waktu akan akad jual beli, ternyata rumah masih bagus dan dapur belum rubuh (sadness banget, tahu kalau dikhianati tetangga sendiri).
Akhirnya, dengan berat hati kami menjual rumah yang menjadi saksi sejarah awal kami memulai kehidupan pernikahan. Uangnya waktu itu kami jadikan DP rumah disini.
Dari pengalaman over kredit yang harus renovasi banyak, kami jadi terpikir membeli rumah baru. Bodohnya saya, asal menerima bank yang ditawarkan developer yaitu bank Mandiri.
Catetan : bank diluar syariah, bunganya nggak flat. Dan bank non syariah yang bisa extra payment, Cuma BTN (lainnya refinancing : hanya boleh mengebom satu kali kemudian pelunasan)
Rumah KPR baru, bunga hanya tiga tahun 8% setelah itu 11%. dengan ketentuan hanya boleh mengebom satu kali (refinancing) dan kualitas rumah KPR baik over kredit atau baru yang nggak jauh beda, sama-sama butuh renovasi dan satu dinding dengan tetangga (bukan doble tembok)
Catetan :
KPR itu lebih banyak ruginya kalau bukan bank syariah (bunga flat) atau BTN (extra payment))
Kualitas bangunan masal sama sekali merugikan customer
Harga yang dibayar untuk membeli satu rumah pada kenyataannya, satu dinding dua rumah
Terutama rumah subsidi, harga yang dibayar kadang tidak sesuai.
Coba saja cek harga tanah diwilayah rumah subsidi lalu tambah dengan biaya pembangunan unitnya. Ditotal mestinya separuh harga rumah subsidi yang dipasarkan (kementrian perumahan mestinya punya audit untuk ini biar tidak ada developer nakal)
Dan jeleknya perumahan sekarang, rangka atap dari alumunium yang jika sudutnya salah bisa menyebabkan bocor. Untuk mengatasi perlu perombakan total (berbeda dengan kayu yang tinggal potong tambah sana sini)
Kusen juga kadang ditanam sehingga lebih cepat dimakan rayap (padahal kusen harusnya disangga semen agar tahan lama).
Kayu kusen pada perumahan sekarang lebih banyak cendana yang KW 3 sehingga hanya tahan kurang dari dua tahun
Alhasil beli perumahan itu Cuma jadi sesalan daripada kebahagiaan

Balik ke rumah yang saya tempati sekarang, ini tahun ke tujuh kami menempati. kusen sudah habis dimakan rayap, sudah diganti, sudah cukup banyak renovasi termasuk kamar mandi yang lantainya amblas dan plafon yang ngembang (perumahan sekarang plafonnya jarang yang menggunakan triplek, lebih banyak gypsum yang punya umur lebih pendek atau masih bisa dipakai tapi ngembang)
Menyesal ? iya !. pengalaman beli KPR dua kali tuh jadi pelajaran.
Jangan over kredit kalau nggak mau ribet alih kredit atau renovasi besar-besaran
Jangan KPR unit baru kalau kualitas bangunan sama Bank-nya nggak sesuai
Akan lebih baik, budget DP rumah baru dibelikan tanah yang murah-murah (di pinggiran kota gitu)
Kenapa nggak milih apartemen yang lagi trend ? apartemen itu bukan rumah tumbuh dan Hak Guna Bangunan doang. Bukan Sertifikat Hak Milik kaya rumah yang bisa diwarisin ke anak cucu.

Ini mungkin akan jadi rumah KPR kami yang terakhir. Kalaupun dipindah dinas ke kota lain, kami nggak ada rencana beli rumah KPR lagi. pas pensiun juga nggak.

Entah kalau dapet rumah hook murah, deret paling depan komplek dan bisa dibuat grosiran (mungkin akan kami pertimbangkan)
Tapi emang dipikir-pikir, DP rumah kelas menengah (yang non subsidi) lebih untung dibeliin tanah. Sertifikatnya tinggal jaminin ke bank untuk bangun. bunga nggak anuitas kaya KPR dan jangka waktu bisa tiga tahun.
Bentuk bangunan juga bisa sesuai selera yang kalau kita nggak punya uang, tinggal dijadiin stay cation yang lagi trend sekarang ini (mayan kan, jadi mesin uang)
Jadi buat yang mau KPR atau beli rumah, teliti benar kualitas bangunan perumahannya, pilih dengan baik Banknya, dan kalaupun punya budget lebih dari tiga puluh persen DP rumah akan lebih baik cari tanah yang murah-murah bangun sendiri biar nggak kejerat metode anuitas kaya saya sekarang (nyesel bo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar