Senin, 31 Agustus 2015

Golput pilkada walikota medan



Tadinya saya nggak ingin nulis ini, tapi 9 tahun tinggal di medan dan membandingkan kota ini dengan kota asal saya jakarta + kota asal suami surabaya + kota tempat bapak saya tinggal semarang = saya mulai gerah dan ingin menguraikan alasan saya golput

- ruko dan mall tak dikendalikan sehingga ledakan ruko dan mall tak terbendung di medan
- kalau di dunia ada peringkat kepadatan penduduk tertinggi. Maka jika di indonesia ada kepadatan papan iklan terbanyak, medan mungkin jadi pemegang rekornya.

- sebagai segitiga indonesia yang diapit malaysia dan singapur, tata kotanya tak mampu bersaing ( Andai bisa di pindah, lebih layak surabaya yang ada di wilayah ini)

- banyak bangunan bersejarah atau kuno yang gampang dialih fungsikan. Contohnya ruko dan bangunan tua disekitar medan mall dan kesawan.

- kesenjangan sosialnya tinggi, cukup dilihat dari orang-orang yang berkeliaran dijalan.

- pemerintah tak hadir untuk anak jalanan (saya kerap kali melihat anak-anak dibawah umur yang memar dan seperti preman saat meminta-minta disekitar amplas)

- institusi pendidikan menjamur, namun tak diimbangi dengan industrinya sehingga banyak lulusan menganggur

- tak ada lajur untuk pejalan kaki alias trotoar yang nyaman kecuali di jantung kota dekat kantor gubsu

- saya nggak tahu sila ke 5 dari pancasila apa masih berlaku dikota ini. Karena kerap kali pengemudi kendaraan diperlakukan tak adil saat pejabat lewat. (padahal jalan raya ada karena rakyat membayar pajak)

- dijakarta, kampung pulo yang punya historis dibiarkan tergusur untuk pelebaran Sungai. Sementara Sungai purba di medan lebih banyak di uruk untuk perumahan seperti palazzo, j city, condominium city view depan CBD, dan menyusul medan resort city (mercy)

- waktu tinggal di jakarta saya nggak tahu apa itu ormas, pas disini baru ngeh dan paham bagaimana struktur ormas dan fungsinya. Bagaimana sdm yang mereka kelola

- di jakarta saya inget dulu trayek metromini t52 kampung melayu - cipinang, lalu ketika m31 lewat cipinang. Trayek t52 berubah menjadi kampung melayu - pondok kopi.
Di medan, angkot dibiarkan menumpuk dengan trayek yang sama. Sehingga supir yang kembang kempis mendapatkan penumpang

- mall menjamur mengalahkan taman kota yang bisa dimasuki semua kelas

Display rokok di depan bukan berarti priority customer



Pernahkah anda mengalami ? Sedang antri di minimarket atau pusat perbelanjaan lalu diselak antriannya oleh orang yang membeli rokok.

Hanya satu atau dua bungkus rokok!!! *tolong dicatat, bukan satu gerobak rokok.

Saya pernah mengalami, dua kali. Dan yang kedua terjadi hari ini. Saya membeli beras dalam kemasan 5kg dan diselak oleh seorang bapak usia empat puluhan yang membeli rokok. Alasan si bapak : " saya cuma beli rokok"

Cuma? Kalau mata saya buta iya dia bisa bilang cuma rokok. Tapi rokok + zipo itu berarti dua, bukan cuma (satu)

Kalau memang mau hitung-hitungan 'cuma', saya  jelas hanya belanja satu item : beras 5kg (kecuali  butir beras di itung per biji di Kasir, baru saya salah)

Ketika saya kemukakan pendapat saya " Kasir yang duluin" itu pembelaanya.

Kasir dan bapak itu nyengir, menyengirkan entah kebodohan mereka atau menutupi rasa malu mereka.

Tapi perlu digaris bawahi, Kasir akan tampak idiot kalau mendahulukan customer rokok dibanding customer lain yang nominal belanjaannya lebih banyak (kecuali Kasir menerima insentif dalam tiap bungkus rokok yang terjual)

Kalau enggak buat apa, cuma dibodohi Industri dan tempat anda bekerja!

Okelah, rokok membayar display depan (yang jelas paling mahal dari display lainnya). Tapi bayarnya ke siapa ? ke mini market dan swalayan bukan pramuniaga.

Diuntungkan? Nggak, dirugikan iya kalau nggak ada insentifnya untuk nambahin uang transport dan biaya makan siang anda. Buat apa anda di Kasir bela-belain perokok yang jelas -jelas merugikan lingkungan sekitar yang terpapar asapnya

*please, berpikir saat bekerja. Pramuniaga bukan robot yang menjaga display priority tanpa mendapat benefit apapun

Minggu, 30 Agustus 2015

gigi melintang di tulang gusi

Anak saya yang sulung gigi atas bawahnya numpuk jadi kepikir untuk masangin behel.

Pergilah saya dan anak ke Dr. Gigi Iskandar. Sp. Ortho.
Kenapa nggak dokter gigi umum? karena pengalaman saya kecil, dokter gigi umum tahunya kalau dipasang kawat cuma nyabutin gigi yang ada tanpa mikir jumlahnya udah pas atau belum. Akibatnya gigi setelah dikawat jadi rapuh dan cepet ompong kaya saya sekarang.

Balik ke dokter gigi anak saya, dijelaskan biaya pembuatan behel 6,5 juta (alamak mahalnya) dengan biaya kontrol dua minggu sekali 200rb / sekali kontrol (belum termasuk penggantian karet) jadi biaya perawatan bulanan dianggarkan 600rb/ bulan.

Sebagai tanda jadi saya beri dp. 3juta sisanya rencana setelah behel dipasang.
Sebelum behel dibuatkan dan dipasang anak saya diminta rontgen gigi dulu. Dan hasilnya, mau nangis saya waktu lihat dan diterangi dokter.

Rahangnya kecil tapi gigi pas 28. Jadi sebenarnya nggak perlu dicabut, cukup direnggangin rahangnya dengan pemasangan behel. Kayanya simple, tapi yang jadi kendala behel nggak bisa dibuatkan karena di gigi depan (rahang bawah) anak saya, ada benih tidak berkembang dan satu gigi tumbuh melintang.

Dan gigi melintang ini  yang ternyata jadi penyebab anak saya sering sakit saat mengunyah.