Jumat, 23 Januari 2015

Resensi Novel : The Crying Tree



Penulis                : Naseem Rakha

Penerbit              : Puspa Storia

Cetakan               :2009

                Membaca labelnya ‘San Francisco Chronicle Best Seller’ membuat saya tertarik membeli dan membaca isinya. Ingin tahu apa yang ditawarkan novel ini, apakah amerika yang mengusung kevulgaran seperti dalam kebanyakan film atau video music-nya atau sesuatu yang berbeda.

                Cerita dibuka dengan berita dari kantor jaksa di Oregon bahwa Daniel joseph  Robbin pembunuh Shep Stanley putra sulung Nate dan Irene akan segera di eksekusi. Ia akan segera di hukum mati setelah Sembilan belas tahun lamanya Nate menunggu.

                Lalu cerita bergulir ke adegan kilas balik bagaimana mereka tiba di Oregon. Nate mendapat tugas sebagai deputi disana dan mengajak keluarganya pindah dari Illinois ke Oregon.

                kota yang menurut Irene tak ramah dan tak cocok untuk anaknya tinggal. Berbeda dengan Illinois yang masih pedesaan dan memberi atmosfir tenang, di Oregon yang mirip gurun peristiwa kriminalitas marak terjadi.

                Setengah hati Irene dan anak-anak mengikuti nate. Shep yang paling berat untuk pergi, ia katakan pada ibunya bahwa ayah tak menyukainya. Tapi Irene mencoba membesarkan hati anaknya hingga bersedia ikut.

                Selama di Illinois Irene berusaha memberi kenyamanan bagi putranya, anak kesayangannya. Shep-nya yang tahu bagaimana membuat hati ibunya senang. Berbeda dengan bliss putri bungsunya  yang seperti gadis liar.

                Hingga suatu hari musibah itu terjadi, saat Irene dan bliss diluar ia mendabar kabar dari nate rumah mereka kerampokan. Shep putra kesayangannya mati tertembak perampok.

                Peristiwa itu menjadi pukulan berat untuk Irene dan nate. Mereka menyimpan dendam dan kebencian pada pembunuh anaknya Daniel joseph robbin yang waktu itu berumur Sembilan belas tahun.

                Tujuh tahun pertama semuanya tak baik-baik saja, tiap anggota keluarga tenggelam dalam kedukaan masing-masing. Irene yang menyalahkan nate karena mengajak pindah dan bliss yang harus menyaksikan bagaimana orang tuanya seperti pohon yang mati.

                Episode kilas balik ini benar-benar membawa saya larut dalam perasaan yang sama yaitu kehilangan.  Saya pernah mengalami hal yang sama, kehilangan seorang kakak, terpuruk, mencari kambing hitam untuk kematiaannya dan bangkit lagi.

                Tahun ke delapan kematian shep, Irene menemukan titik balik untuk merenung. Ia berpikir untuk menata hidupnya lagi. Ia menyurati pembunuh anaknya dan mengatakan telah memaafkannya. Ia melakukannya diam-diam tanpa sepengetahuan nate suaminya dan bliss yang telah kuliah di kota lain.

                Daniel membalas suratnya, dalam surat Daniel tak mengemis untuk dikasihani. Ia hanya menyampaikan bahwa pasti sulit untuk Irene sampai pada titik ini. isi surat Daniel membuat Irene melihat sisi lain dari pembunuh putranya. Ia mengirim surat kedua yang berlanjut pada hubungan surat menyurat antara keduanya.

                Hingga keputusan itu datang, kapan tepatnya Daniel akan di eksekusi. Irene tak lagi punya kemarahan, ia malah kasihan dengan pembunuh putranya. Ia mencoba membelanya, usahanya malah membuat nate marah dan menguak tabir yang selama ini tertutupi.

                Daniel tak sengaja membunuh shep, Daniel ingin membunuh nate saat berada dirumah mereka. Nate memergoki mereka tengah bermesraan. Nate yang marah memukuli shep, Daniel yang ingin melindungi mengarahkan senjata ke nate. Tapi malang shep yang ingin melindungi ayahnya tewas terkena peluru Daniel.

                Irene seperti ditampar mendengar kenyataan itu, bahwa putranya shep yang waktu itu baru berusia lima belas tahun mencintai sesama jenis. Ia homo seksual, dan nate menutupi kebenarannya.

                Daniel mengorbankan dirinya untuk shep dan melindungi nate, itu membuat Irene memutuskan untuk bertemu dengannya sebelum eksekusi tiba.

Kesimpulan :
ternyata tak semua wajah amerika setuju dengan pola hubungan homoseksual dan lesbian yang di legalkan di Negara mereka. 
                Di Negara bagian, tak ubahnya dengan Indonesia. Masih menganut nilai-nilai lama yang memprotes pembagian kondom dan pernikahan sejenis.
                Membaca ini seperti membaca problematika Indonesia, orang tua yang luput memperhatikan teman anak, anak yang memiliki penyimpangan orientasi seksual tanpa tahu bagaimana mengatasinya, cinta sejenis yang membutakan dan bagaimana kita bisa tetap waras menghadapi ini semua.
***** 5 bintang untuk ini :)

1 komentar: