Banyak hal
yang terjadi di 2014, lima buku terbit, tiga naskah acc, saya menjelajah ke
bentuk penulisan lainnya yang sudah lama saya tinggalkan. Ada bagian yang
terlupa dari tekniknya, membuka ulang buku-buku lama lalu mempelajarinya
kembali. Seperti bayi yang kembali lahir.
2014, saya
melihat reinkarnasi Gultom Agency yang dulu dianggap melahirkan penulis novel picisan dalam
wujud Kinomedia. Kenyataannya saya besar dari roman-roman picisan tersebut
ketika karya novel penulis Mira W atau Marga T sangat sedikit lahir dibanding
novel Freddy S, Abdullah Harahap atau Maria Fransisca yang mudah ditemukan di
kios kaki lima
Para penulis
era 80-an dan 90-an membentuk saya yang trans gender dalam berkarya. Maksudnya menggarap
roman kaki lima juga novel bermutu seperti Benci Tapi Cinta, LoveU atau Aku
Selalu Ada Untukmu
Benci Tapi Cinta
adalah hasil riset terhadap Multiply, salah satu platform bisnis daring yang
kini di adopsi Elevenia dan Lazada.co.id
Aku Selalu Ada
Untukmu adalah bentuk keprihatinan terhadap mudahnya peredaran rokok dan kampanye
mari merokok lewat brand ambassador anak band. (anak band yang menjadi brand
ambassador dan bukan produk tunggal kreatifitas bermusik itu masih menjadi
sangkutan di benak saya yang belum menemukan ide cerita untuk dituangkan)
LoveU, digarap
ketika majalah Playboy edisi Indonesia beredar. mengangkat isu pornografi dan bagaimana
tiap orang tak sependapat tentang ide mengumbar syahwat atas nama seni
Banyak
ide yang ditangkap indera selama ini, tapi kadang sulit menerjemahkan dalam
buku. Butuh menempel kisah untuk menjadikannya fiksi. Setelah jadi fiksi pun
belum tentu editor mau menerima. Di 2014 saya mengalami di tolak dalam sehari
oleh salah satu penerbit besar.
Ditolak,
di PHP dan hampir di manipulasi dalam klausul kontrak saya mengalami di 2014. tiga hal tersebut
benar-benar tak saya dapatkan ilmunya dari semua buku teknik menulis yang pernah
saya baca. Bagaimana memanage mood jika di tolak, membuat surat penarikan
naskah jika di PHP dan menegosiasikan ulang SPP dengan mengajukan surat
keberatan akan pasal-pasal tertentu.
2014, saya
melihat industry buku lebih baik dari fashion yang ternyata di Indonesia sebagian
besar masih menerapkan konsyinasi pada produk pakaian siap pakai. Padahal industry
fashion mudah dijiplak dan kadaluarsa mode dibanding buku.
Di industry buku
penulis masih diberikan pilihan untuk jual putus dan royalty. Agensi naskah
juga banyak bertumbuh di 2014, saya mengenal Re-media, Indscript dan Kinomedia.
Kinomedia dan Euthenia malah melakukan gebrakan dengan memasarkan lewat Indomaret,
bukan bookstore yang jarang ada di pedesaan.
Padahal pedesaan
tak identik dengan kemiskinan, di Namorambe dekat rumah saya warga bercocok
tanam dan menghasilkan kecukupan uang. Tapi mereka jauh dari toko buku,
satu-satunya yang bisa mereka akses hanya Indomaret. Jadi peluang untuk
menumbuhkan minat baca terbuka lebar dengan adanya penjualan buku seperti ini.
(sayang alfamart belum merintis seperti ini)
Di 2014 pemain di industry e book juga bertambah ada
Buqu, Qbaca, Bitread dan Wayang Force. Pertambahannya belum sepenuhnya diikuti
oleh pembaca buku fisik. Saya sendiri masih menikmati membaca buku fisik
dibanding e book.
Bagi penulis
ini ruang baru untuk berkarya, saya sendiri telah melahirkan novel Keris dalam
platform digital bitread. Karena belum seramai buku fisik peminatnya saya belum
ingin membuat novel e book lainnya.
2014 menuju
2015, Indonesia akan mengikuti pameran buku terbesar di Frankfurt Jerman. Literary mulai dirintis, sebelumnya sudah ada
Maxima creative agency yang menerjemahkan karya penulis asing ke bahasa Indonesia.
Lalu lahir Borobudur agency yang akan bersiap menerjemahkan karya penulis Indonesia
ke bahasa asing untuk dibawa ke Frankfur.
Literary di Indonesia
belum benar-benar menjadi bagian industry penulisan, banyak penulis yang masih
mengasong karyanya sendiri di pameran buku international untuk diterjemahkan ke
bahasa asing. Atau penulis bergabung dengan penerbit tua yang telah memiliki
jaringan penjualan hingga Brunei, Singapura dan Malaysia.
Banyak karya
bagus di Indonesia, namun belum banyak pemain di industry literary. Padahal Indonesia
punya banyak karya bermutu. Melihat ini mengingatkan saya pada Ghost Wedding
hasil karya penulis Malaysia yang telah merambah amerika.
Ghost Wedding
adalah produk naskah horror fantasi, di Indonesia banyak naskah horror berkonten
local yang saya rasa layak jual. Contoh Patung Bayi olin dan Kuntilanak yang pernah saya baca.
Harapan saya
di 2015, industry buku di 2015 bisa merambah penjualan ke resto siap saji
seperti CD music, literary dan penerbit makin menjamur, banyak karya film atau
sinetron yang diadaptasi dari novel sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan
penulis.