Selasa, 08 Desember 2020

Penjaga Hatimu di Storial.co

Penjaga Hatimu

'Jika bahagia ini hanya sekali
Aku ingin itu abadi
Tidak juga takdir merengutnya darimu' Hilmi

Hilmi yang menderita kanker hati stadium akhir menyampaikan amanah pada Asta karibnya menjelang kepergiannya.

Amanah untuk menikahi Rana istrinya dan menjaga Tian putranya. Hal yang sulit diterima Asta karena Ia sendiri tak tahu bagaimana Rana akan bereaksi setelah mendengar wasiat tersebut.


Love Like Puzzle di Cabaca.id


Kata orang tua, manusia mengalami 3 hal ini dalam hidupnya: lahir, menikah lalu tiada.  Kami telah melewati proses lahir dan tengah berada dalam bahtera pernikahan, sebuah ikatan sakral yang menurut kami mirip puzzle.  Mulanya rapi. 
Kemudian kami buat berantakan, kami rapikan lagi.  Kami hancurkan lagi, tapi
kami susun lagi.  Terus seperti itu sampai kami bosan dan menentukan pilihan,
apakah akan menyerah atau melanjutkan. 

Sungguh kami tidak tahu harus tertawa atau menangis haru melewati semua ini. . . 

 ***

Yudha ketahuan berselingkuh.  Sudah sewajarnya, jika kemudian istrinya, Agni, meminta cerai.  Wanita mana yang sanggup memaafkan pengkhianatan? Tapi, Yudha bersikeras tak ingin bercerai.  Ia percaya pada yang namanya rekonsiliasi.  Salah satu strateginya adalah dengan mengajak istrinya berlibur ke Korea Selatan.  Dengan begitu, ia berharap pernikahannya masih bisa terselamatkan.  Hanya saja, bagaimana seandainya jika di Negeri Ginseng itu sakit hati Agni tak terobati? Atau bagaimana jika ia bertemu lelaki baik, jelas-jelas lebih baik dari Yudha? Apakah Agni harus belajar mengkhianati juga? Love Like Puzzle

Selingkuh Karenamu di Cabaca.id

Selingkuh Karenamu
 
 

A letter from Suci to her husband

            Teruntuk Priya suamiku,

            Aku tak akan meminta maaf untuk kesalahanku. Kita impas sekarang…

            Aku tak berhutang apapun padamu, aku membayar kebaikanmu dengan semua pengabdianku.

            Lima tahun sudah kita menikah. selama kurun waktu lima tahun aku menelan semua kepahitan bersamamu. Perlakuan ibumu dan juga suamiku yang tak pernah membelaku. Kadang aku bertanya apa aku hanya pesuruh dirumahmu ?

            Tidak, aku yakin aku bukan sekedar pesuruh. Aku pelacurmu juga bukan ? yang hanya bertugas melayanimu dan tak berhak mendapat kasihmu.

Short message Raga to his wife

“Hasti, kau pasti tak mengira…

            Aku juga tidak, tidak berpikir untuk jatuh hati pada perempuan lain.

            Dulu kupikir aku hanya akan jatuh cinta padamu, menikah denganmu dan membangun keluarga kecil bahagia bersamamu. Itu impianku…

            Impian yang kau karamkan ketika kita menikah…

            Ambisimu, keinginanmu untuk sama seperti orang tuamu. Itu diluar batas kemampuanku…

            Aku terengah-engah mengikutimu…

Selasa, 01 Desember 2020

Novel Keris Berdarah di aplikasi KBM


Terdesak kebutuhan ekonomi Ki Mangunjoyo mementaskan wayang beber keramat di Keraton Ngayogyakarta. 

Legi seorang pelukis beraliran realis naturalis yang ikut menyaksikan pertunjukkannya tertarik dengan tokoh Ken Arok yang dimainkan dalam wayang beber tersebut .
Tak disangka setelah wayang dimainkan dan lukisan Ken Arok rampung, Ki Mangun joyo meninggal dunia dan  Legi ditemukan mati terbunuh. 

AKP Hafiz dan Wulan seorang arkeolog kutu buku ditugaskan memecahkan kasus tersebut. Akankah mereka menemukan pembunuhnya?

Baca selengkapnya di KBM aplikasi

Novel Indo XXX di Storial.co



Chapter 1


Kesigapanku menangani kasus kriminalitas yang terjadi, mulai dari mengidentifikasi korban, mengendus pelaku hingga mengolah bukti acara pemeriksaan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya membawaku pada tahapan dipromosikan.


“Selamat sudah menjadi komandan regu sekarang.“ beruntun ucapan dari rekan sekerja menghampiriku setelah pimpinan mengumumkan kenaikan jenjang karirku.


’’Jangan lupa makan-makannya.“ saat apel pagi itu ditutup dengan keriuhan yang berlangsung sekejap.


“Nggak ada itu makan-makan. Duit sudah dijatah bini di rumah.“ Aku menimpali. Itu kenyataannya, Aku memang mempercayakan semua pengelolaan keuangan pada Istriku. Dia yang paling tahu bagaimana mengatur gaji seorang polisi yang pas-pasan ini agar cukup untuk makan sebulan, bayar tagihan listrik dan air, juga sekolah kedua anakku yang masih SD.


“Tenang Bro. Bentar lagi abis pegang jabatan ini bakal banyak tangkapan basah yang bisa Lu jadiin tambang duit,“ salah seorang Komandan regu senior menepuk bahuku.


Aku hanya membalas dengan senyum ucapannya. Menganggap hanya candaan, walaupun desas desus seperti ini dilingkup kerjaku sering terdengar. Aku tak terlalu mau tahu kebenarannya karena bukan areaku. Mungkin nanti, kalau Aku berbenturan dengan kasus seperti ini.


Kembali ke ruangan, pindah meja menggantikan komandan lama yang dimutasikan. Secarik kertas seperti sengaja ditinggalkan untuk penggantinya, yaitu Aku.


'Selamat menjabat dan menggantikan posisi Saya.


Jaga kehormatan dan janji Polisi.


Jangan pernah mengkhianati amanah masyarakat.


Saya selalu percaya masih ada Polisi baik di negeri ini.'


Aku sempat tertegun membacanya, bingung menafsirkan kata-katanya. Tapi semenit kemudian tersenyum, mungkin rumor tentang good cop bad cop yang beredar di lingkup organisasi Kami cukup mempengaruhinya.


’’Pimpinan memanggilmu." Seorang rekan menepuk bahuku dari belakang. 


Aku menoleh, Ia melirik kertas ditanganku.


“Kertas apa ditanganmu?“ matanya melirik selidik.


Aku melipatnya dan memasukkan ke saku seragam.


“Bukan apa-apa.” Aku berlalu dari hadapannya menuju ruang pimpinan yang mirip aquarium kecil dengan tirai vertikal blind yang memungkinkan Ia mengawasi kami para bawahanya dari dalam ruangan.


Tiba di muka ruang atasanku, Ku hentikan langkah di depan pintu. Mengetuk pintu beberapa kali menunggu di persilakan


“Masuk.“ suara atasanku terdengar dari dalam.


Ku buka pintu ruangannya, mengangguk hormat sambil berjalan ke arah mejanya.


“Pagi Pak.“ Aku meletakkan telapak tanganku sejajar dengan alis untuk memberi hormat seperti yang biasa dilakukan prajurit pada atasannya.


”Duduklah.“ setelah Ia membalas salam hormatku dengan sebuah anggukan Ia mempersilakan.


“Kepangkatanmu sudah Ku naikkan, namun golongan gajimu masih Ku tahan untuk sementara ini.“ Ia menjelaskan.


Aku menatap ingin tahu maksud dari penjelasannya yang tak Ku mengerti ini.


“Aku mau melihat apakah kerjamu sebagus saat Kau masih menjabat sebagai anggota regu reserse kriminal.“ Ia menambahkan.


Aku manggut-manggut, memaklumi apa yang barusan Ia sampaikan.


“Saya dan anggota regu yang akan Saya pimpin, akan berusaha sebaik mungkin menyelesaikan kasus per kasus secara cepat, dengan bukti acara pemeriksaan yang akurat, dan hasil investigasi yang mendukung.“ 


Atasanku menanggapi janjiku dengan senyum-senyum kecil, seolah tak yakin dengan ucapanku. Ia lalu meraih beberapa map disebelah kanan mejanya dan meletakkannya dihadapanku.


“Ada tiga kasus yang bisa Kau pilih untuk Kau tangani bersama tim-mu. Aku mau lihat apa hasil kerjamu sebaik yang Kau janjikan.”


Aku meraih map yang barusan di serahkannya, lalu beranjak bangun dan memberi hormat.


“Kepercayaan Bapak tidak akan saya sia-siakan.“ 


Ia menganggukkan kepala beberapa kali sebelum akhirnya membiarkanku berlalu keluar dari ruangannya.


Aku melangkah pelan kembali ke mejaku, dengan membawa tiga map berisi kasus-kasus yang harus Ku selesaikan. Sibuk memetakan pekerjaan baruku yang tak ada aturan bakunya bagaimana harus dijalankan.


Memanggil bawahan untuk mendiskusikan kasus yang tercecer di dalam map ini bersama, atau sebagai komandan Aku melihat isi map ini lebih dulu agar bisa mengintruksikan pada bawahan apa tindak lanjut untuk menyelesaikan kasus yang ada.


Aku memang orang lama di Department Kepolisian ini, karirku dimulai setamat SMU dengan melamar menjadi calon Bintara. Sebagai anak nelayan, karir sebagai polisi Ku anggap cukup menjanjikan bagi masa depanku kelak. Beda dengan melaut seperti yang dilakoni Bapakku, harus sabar menghadapi cuaca yang tak menentu, persaingan tangkapan dengan para pemilik kapal asing dan harga ikan yang kerap kali anjlok karena masuknya ikan import. Sungguh kehidupan Bapak ironi yang tak ingin Ku ulang. Dalam reinkarnasi selanjutnya pun tidak.


Dengan nilai rata-rata diatas delapan Aku diterima di Akademi Kepolisian, menjalani kuliah dengan penuh semangat walau praktik penindasan yang dilakukan senior ke junior kerap terjadi. Aku berusaha memaknainya dengan arif, bahwa takdir tak selalu mulus dan sempurna.


Aku lulus tiga tahun kemudian, lalu berkarir di Departement Kepolisian Ibukota selama sepuluh tahun ini. Memiliki prestasi kerja lumayan namun kurang dipromosikan karena berhenti menimba ilmu. Padahal untuk lancarnya promosi harus mengambil gelar sarjana yang butuh biaya untuk perkuliahannya, sedangkan dua tahun pertama setelah berkarir Aku langsung memutuskan menikah. Punya dua anak dan kesulitan membagi penghasilan untuk tetek bengek diluar kebutuhan rumah tangga.


“Pak, Kami menunggu perintah.“

 Sebuah suara membuyarkan lamunanku, Aku menoleh. Tak sadar ternyata sudah sampai dimeja kerjaku, dan anggota regu yang merupakan lengseran dari komandan lama berdiri menunggu perintahku.

Aku melihat ke arahnya, walaupun mengenali empat anggota regu yang akan menjadi bawahanku Aku belum tahu karakter masing-masing lebih jauh. Semua masih bias dan menjadi teka teki bagiku. 


“Sebentar, Saya masih harus memilah kasus yang akan Kita tangani. Nanti sehabis makan siang baru akan Saya beritahukan apa kasus yang harus Kita bereskan.“ Aku menunjuk map yang Ku bawa.


“Baik pak.“ Ia mengangguk hormat.


“Tolong sampaikan pada rekan lainnya.“ 

Ia mengangguk patuh dan segera berlalu dari hadapanku.


Aku menjatuhkan bokongku di kursi empuk meja kerjaku yang baru, meletakkan map yang sejak tadi Ku apit ke atas meja. Lalu mengambil satu yang ada ditumpukan paling atas untuk Ku pelajari. Secarik kertas terselip di dalam map. Aku membacanya.


'Tolong Kau atur perkara korupsi ini agar di peti es kan.


Kalaupun tidak bisa, tolong Kau bantu agar diperingan dakwaannya.


Akan ada kompensasi untukmu jika Kau meluluskannya.'


Ini tulisan atasanku, Aku mengenalinya. Namun cukup membuatku terperangah, tak menyangka akan ada permintaan yang diluar kewajaran. Aku tertegun, sedetik kemudian menoleh ke kanan kiri. Semua orang sibuk dengan pekerjaannya, memecahkan kasus dimeja kerja masing-masing dan menerima laporan masyarakat baik yang datang langsung maupun yang menghubungi lewat telphone. Tak ada yang sempat memperhatikanku, itu artinya Aku bisa menata pikiran sejenak untuk mencerna semua ini.


Ku baca lembar hasil investigasi yang dibuat penyidik lembaga anti korupsi, kasus penggelapan dana bantuan sosial untuk korban bencana alam yang dilakukan pejabat terkait dengan angka yang cukup fantastis mencapai milyaran. Barang bukti berupa rekaman percakapan telphone antara kordinator lapangan dan pejabat ditingkat daerah, hasil jepretan foto dari kamera tersembunyi saat Mereka berdua bertemu, dan terakhir copy rekening koran yang diminta dari bank.


Sungguh menggelikan, orang-orang yang memikul jabatan dengan diambil sumpahnya terlebih dahulu untuk tidak bertindak diluar tugas dan tanggung jawabnya berani melakukan penggelapan seperti ini. Dimana moral dan agamanya yang selama ini dipamerkan dalam bentuk sedekah yang diumbar lewat media. Apakah agama sekedar tempelan bagi Mereka agar di anggap bermoral? Jika agama sekedar rutinitas ibadah dan kewajiban tanpa tahu mana yang hak dan bukan masihkan bisa para pemangku jabatan tersebut di anggap sebagai manusia yang waras. Aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Mereka, begitupun dengan jalan pikiran atasanku yang berniat membantunya.


Kembali pada perkara yang harus Ku tangani ini, semua barang bukti terlalu akurat, sulit untuk dipeti es kan. Kalau pun ingin memperingan dakwaannya Aku harus menghilangkan barang bukti terlebih dahulu. Tapi apa mungkin Aku orang yang siap melakukan tugas ini?. 


Aku menutup map pertama yang telah selesai Ku pelajari, lalu meletakkanya di meja sebelah kiri. Di seberang map yang belum Ku baca. Lalu Ku lirik map kedua yang masih tergeletak di atas meja, terbersit sedikit tanya dalam benakku. Akankah isi perkaranya sama, atau seperti kotak pandora yang ketika dibuka menyimpan sebuah kejutan yang tak terduga?

 

Baca sambungannya di https://www.storial.co/book/indo-xxx

Jumat, 30 Agustus 2019

Orang pintar, air putih dan mitos sehat instan

                Tulisan ini sudah sejak lama ingin saya tulis. Mungkin sejak suami terkena serangan jantung, lalu menyusul frozen shoulder. Silih berganti dengan anak sulung yang dua kali operasi gigi dan harus menjalani rawat inap.



                Saya yang tinggal sebagai perantau di kota orang (dan tak punya sanak saudara) menyikapnya dengan biasa. Bukan sebagai keluhan atau pertanyaan kenapa suami saya atau anak saya diberi sakit.



                Ujian hanyalah bahasa manusia. berkah kebaikan dan kesulitan juga penamaan manusia. Saya tidak pernah menganggap ini ujian atau kesulitan. Senang susah, sehat sakit adalah jalan kita mendekat pada Allah, menguji sabar dan memaknai semuanya dengan positif.

                Allah memberi suami saya berkah materi untuk mencukupi kebutuhan hidup kami, memberi saya dua anak yang mau belajar tentang akhlak baik, memberi saya keluarga yang saling menguatkan. Yang mampu menjadi dewasa ketika salah satu dari kami masuk rumah sakit.

                Ayah masuk ICU, kiki yang menjaga dirumah sakit. Saya yang mengurus rumah dan adiknya

                Saya masuk rumah sakit, rara menjaga saya dirumah sakit. Ayahnya kerja, kiki mengurus rumah.

                Kiki sakit, ayahnya kerja. saya dan rara menjaga siang hari dan malam ganti ayahnya.
               
                Kami berusaha untuk bisa menghandle semua sendiri dan tidak bergantung pada orang lain. Tidak menyusahkan sekitar dan merepotkan orang lain. Cukuplah mereka mendoakan atau menjenguk saja. Itu saja, dan semua bisa kami atasi.

                Hanya saja…sesuatu yang tercetus dari  kenalan kami membuat saya ingin menuliskan ini.

                “Mama rara, coba ke orang pinter. Minta dibacain sama dikasih air putih. Biar nggak sering masuk rumah sakit. mungkin sakitnya ada apa-apa”

                Astagfirullah, sejak Bapak saya dulu menganut Islam kejawen hingga ia berpindah menjadi jamaah NU , saya tak pernah percaya dengan yang namanya sirik (meminta kepada selain Allah)

                Saya percaya, Allah itu di kalbu. Tidak perlu jembatan ‘orang pintar’ untuk berdoa dan meminta. Dan kufur lah saya jika sesekali diberi sakit, lalu tamak ingin meminta sehat terus.

                Saya manusia, diberi akal dan kalbu bukan untuk jadi tersesat. atau menyesatkan diri. Kalau mendadak dalam dekripsi manusia lain itu dianggap kesulitan yang beruntun. Bagi saya sebaliknya, itu nikmat dalam bentuk lain.

                Nikmat yang insya allah bisa menghapus dosa dan khilaf saya selama hidup ‘Tiada seorang mu’min yang ditimpa oleh lelah atau penyakit atau risau fikiran atau sedih hati, sampaipun jika terkena duri, melainkan semua penderitaan itu akan dijadikan penebus dosanya oleh Allah’ (HR. Bukhari – Muslim)
               
                Keyakinan bukanlah formalitas, keyakinan harusnya tak memiliki keraguan, keyakinan dengan keraguan hanya menghasilkan keimanan yang buta pemahaman. Kenali Allah dengan hati dan rasakan cintanya dalam versi apapun, bukan versi yang kamu inginkan atau harapan.

                Karena ‘Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui’ (QS. Al Baqarah : 216)


Minggu, 14 Juli 2019

Darurat penambahan PTN

Ini hal yang menurut saya penting dan ingin saya tulis sejak mendengar temennya kiki (anak saya) ikut SBM PTN dan ujian tertulis UGM di USU yang hasilnya gagal semua (uang pendaftaran yang jumlahnya tak kecil dengan pengharapan yang besar, dan hasil yang tak memuaskan)

Dari sana saya langsung ingin tahu berapa jumlah PTN di Indonesia. Yang dari hasil penelusuran menyebutkan terdapat 122 PTN  (sumber :  https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/05/05/berapa-jumlah-perguruan-tinggi-di-indonesia )

Dari 122, ada 85 universitas yang bergabung dalam SBMPTN tahun 2019. Jumlah peserta yang mendaftar terhitung 714. 652 orang  (sumber :   https://makassar.tribunnews.com/2019/06/25/714652-peserta-daftar-sbmptn-2019-85-ptn-sediakan-kuota-40-552614-peserta-dipastikan-gagal )

Dengan  jumlah  peserta yang dinyatakan lulus sebanyak 168.742 ( sumber : https://belmawa.ristekdikti.go.id/2019/07/09/pengumuman-hasil-seleksi-jalur-sbmptn-2019/ )
Artinya ada  sekitar 26% saja yang diterima di PTN dari keseluruhan pendaftar yang membayar biaya SBMPTN sebesar 200.000,- / per orang.

200.000 hangus. Namun sebagian lulusan baru masih ingin mencoba peruntungan kembali dengan mengikuti Seleksi Mandiri Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMMPTN) dengan biaya sekitar 300.000/ orang  (sumber : http://smmptnbarat.id/informasi-umum.html )

Saya tidak tahu berapa jumlah keseluruhan peserta UTUL PTN, yang jelas untuk UGM sendiri diikuti 60.563 peserta.  Memperebutkan 2115 kursi program sarjana dan 443 kursi program diploma (sumber https://ugm.ac.id/id/berita/16469-serentak-di-4-kota-besar-seleksi-ujian-tulis-ugm-diikuti-60-ribu-peserta )

Jumlah peserta yang tidak sedikit, dengan begitu banyak uang pendaftaran yang masuk, dan daya tampung yang tidak sampai sepuluh persennya. (contoh UGM belum universitas lain)

Rasanya tidak adil jika melihat infrastruktur ditambah namun universitas negeri tidak ditambah.

Mereka yang dari nilai bagus dan keuangan lumayan mungkin bisa menjajal PTN Luar negeri seperti di Malaysia, Taiwan, Turki atau India. Namun bagaimana dengan yang kurang mampu ?

Apa mereka harus terdampar di universitas swasta yang kita tahu sendiri, untuk mencari yang setara PTN kualitasnya harus membayar mahal (UPH dan Telkom contohnya)

PTS murah kebanyakan minim fasilitas. Menempati ruko dan system pembelajaran yang ala kadarnya. (di Medan anda bisa menemukan PTS semacam ini menjamur. Entah untuk kuliah serius atau sekedar menjual ijasah)

Miris ketika negeri kita melakukan pembangunan infrastruktur besar-besaran namun PTN untuk menimba ilmu para SDM-nya masih minimalis dan belum dilakukan penambahan.

 Besar harapan saya pemerintah menyiapkan sejumlah PTN baru untuk memastikan bahwa lima puluh persen pendaftar SBM PTN dan UTUL mendapatkan kesempatan belajar di Universitas Negeri (dan bukan seperti sekarang yang seolah, uang pendaftaran hanya sekedar modal berjudi keberuntungan)